Senin, 22 Juni 2009

Suara Hati


Akulah suara yang selalu menderu dalam nafasmu, menggelitik ke dalam hati dan akalmu, yang selalu menghantui setiap mimpimu, dan menyibak misteri dalam hidupmu. Aku adalah bagian dari hati kecilmu. Sebab aku lah virus dalam sel otakmu. Tugasku menghantarkan perintah kedalam otakmu, dan menjadikannya sebuah perintah yang harus kau turuti. 

Aku adalah imajinasi rasa abstrakmu, mentransver semua pemikiranmu dan mencernanya melalui hatimu. Inilah aku yang sang penikmat rasa bosanmu. Datang dan hampirilah aku. 

Aku jugalah yang selalu menuntun jalan menuju terang dan gelapmu. Sebab akulah suara yang selalu keluar dalam aliran imajinasimu. Tugasku sungguh berat dari semua indra yang kau miliki, tapi kadang aku tak pernah tersentuh oleh mu. Aku bisa membuatmu jatuh dan tersungkur juga bisa membuat mu kuat seperti baja. Aku bisa melakukan semuanya sebab aku lah Tuhan dalam dirimu. 

Musuh terbesarku adalah egomu. Seperti tertulis di atas kertas selalu ada hitam dan putih. Aku kadang kau tempatkan di bagian hitam dan putihmu kadang juga di abu-abumu. Tergantung besar dan kecil egomu. Kau baru mendatangi aku ketika jemu mengampirimu tapi hanya sebentar lalu kau tinggalkan aku kembali tepat di hatimu. Padahal engkau tau aku begitu dekat melebihi urat nadimu. 

Setiap detik aku selalu berperang melawan egomu. Kadang menang kadang juga kalah. Tergantung siapa yang kau percaya ketika itu. Aku tak pernah bosan menasehatimu sebab akulah penasehat dalam jiwamu. Akulah filter yang selalu menyaring virus-virus dalam otakmu, walau tak ku pungkiri aku juga kadang berfermentasi menjadi virus itu. Semua ku lakukan hanya untuk melindungimu karena aku adalah kamu. Aku dan kamu memang tak dapat di pisahkan walalu ada Ego diantara kita. Ego inilah kadang membuat kau tak pernah percaya aku. Dan lebih memilih nalurimu. Ego menang dan aku kalah tergantung ke Relatif’an kau menyibak rasa. 

Rasa!! lagi-lagi kau menyebut aku. Sakit, senang, sedih dan bahagia itu adalah aku. Tapi mengapa kau tak pernah sadari akan aku. Bukankah engkau tau aku yang menciptakan rasa itu. lalu yang manakah aku itu ??. Hatikah, Perasaankah, atau Jiwakah??. Ketika satu juta pertanyaan menghujammu baru aku selami dan temui aku lagi. Aku bahagia akhirnya untuk kesekian kalinya kau kembali padaku. Berkat aku hatimu damai, semangatmu tumbuh dan gelora hidupmu kembali stabil walau Ego selalu menyertai kita. Tak apalah yang penting untuk saat sekarng aku percaya aku. Sebab aku adalah Suara Hati yang selalu berbisik dalam deru nafasmu. Please Install end Restart your Mind.


IwanSteep

Sabtu, 20 Juni 2009

Pradigma Baru

Hati-hati terhadap apa yang kau baca., bacaan itu kadang menjerumuskan kita kepada pemikiran2 yang baru, pradogma-pragoma yang akan membawa kita ke alam bawah sadar kita dan menjadikannya tingkah laku. Pemikiran-pemikiran yang di sampaikan oleh pengarang kadang mengena di hati kita dan benar-benar bisa di terima oleh akal kita dan itu yang membuat kita angkuh karena membuat kita merasa pintar dari mahluk yang belum pernah membaca bacaan tersebut. 

Otak yang membaca hati yang meresapi, membuat kita mengangguk2 seolah mengerti, dan bisa di tebak apa yang akan terjadi!!, hipnotis sang penulis telah menempel di benak kita. Satu pemikiran yang di sampaikan bisa berkamuplase menjadi beberapa bagian sub2 cabang pemikiran yang baru. Pemperluas gaya pemikiran kita dan gaya bahasa kita pula. Dan itu yang kadang membuat kita brontak selalu merasa tak adil dalam dunia ini. Menghina sesama manusia dengan atau tanpa sadar mengecap mereka bodoh dan tak mengerti akan hidup yang sesungguhnya. 

Dalam tiap bait-bait tulisan yang kita baca mengandung makna tersendiri dalam pemikiran kita, memecahnya lagi dalam tiap2 inci2 permasalahan yang seolah itu lah diri kita yang sesungguhnya. Padahal mereka hanya mensimbolasikan saja apa yang ada di otaknya dan di uraikan dengan kata2 yang bijak dan mengena. Mereka benar-benar pintar bermain dengan kata2. Sedangkan kita yang dungu akan terjerat dalam rayuan kata2nya. Oleh sebab itu berhati-hati lah terhadap apa yang kamu baca!!. 

Rasa Idealisme dari penulis itulah yang kita cari dalam setiap bacaan, tidak monoton dan yang pasti beraneka ragam ilmu yang kita peroleh disana. Ilmu tentang jiwa atau pembangkit semangat semuanya sama saja. Tiap bacaan yang tercipta tidak mungkin tercipta begitu saja tanpa ada pengalaman dari sang penulis. Mereka tau dan mereka paham apa yang akan mereka tulis, karena apapun yang mereka tulis itu lah yang mereka rasakan. Mereka benar2 hebat dalam menggali rasa. Sekali lagi aku tekankan disini.., tak semuanya benar apa yang kamu baca ini.., karena dunia ini tak bisa kita lihat dari satu sudut pandang saja. Masih perlu ada kajian lebih lanjut lagi untuk mensimbolisasinya kedalam tingkah laku. Dunia ini penuh dengan orang2 seperti itu yang mendedikasikan dirinya kedalam dunia tersebut. jadi..Selamat Datang di Dunia orang2 sastra tempat dimana rasa digali dan di transver kealam yang berbeda. Welcome to The Freedom Imajinations. Please install end restart your mind.

_Iwansteep_

Rabu, 10 Juni 2009

kartini Dialah Ibuku


Di umurnya yang hampir genap 46 tahun beliau masih bergelut dengan jarum mesin dan benang jahit. Wajahnya sudah nampak berkerut dengan rambut panjang yang jarang terurus. Di atas mesin jahit itu dengan semangat membabi buta beliau terus mencari nafkah untuk kehidupan yang lebih baik katanya. Berapa kali beliau mengungkapkan itu kepadaku tapi tak terlalu ku gubris, bagiku ini adalah jalan yang terbaik yang telah Tuhan berikan untuk aku dan ibuku. 

Ya,mau gimana lagi, sosok suami yang seharusnya mendampinginya kini telah pergi demi cinta seorang pelacur. Kedua anaknya pun kini tak terlalu perduli dengan keadanya. Tinggallah aku dan dirinya menjalani hidup yang mungkin kelak bisa berubah. Mungkin ?

Aku sendiri pun tak bisa berbuat banyak dengan tongkat di kedua bahu dikiri dan kanan ku. Tapi setidaknya ada aku yang mendampingi beliau dengan semua keluh kesahnya. Ya, hanya aku yang tau rasa sakitnya yang terus menderu diselah-selah tulang sendinya. Penyakit rematiknya kini mulai menjadi-jadi ketika malam tiba, aku benar-benar tak bisa berbuat banyak. Terkadang keluhannya itu mencabik-cabik hati ku ini. Aku hanya bisa menangis di dalam hati. Sosok wanita terkuat yang pernah aku kenal kini harus mengelu karna penyakit Rematik yang tak kunjung sembuh. Aku hanya bisa membantunya mengosokkan param kocok dikedua kakinya berharap bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang dialaminya. Sambil menyelami kepahitan hati yang tergambar dari wajahnya yang mulai lelah menjalani hidup yang semakin hari kian menyiksa batin dan jiwanya. 

Pagi itu setelah sarapan, aku mengintipnya dari gerai jendela ruang tengah. Matanya fokus dengan apa yang ia kerjakan. Tapi aku tau otaknya tak bisa diam saja akan satu hal. Ada banyak bayang-bayang menggrogoti urat syarafnya. Pikirannya bercabang-cabang seperti akar pohon yang menjalar kesana kemari tak mungkin untuk bersatu. Pemersalahan yang tak kunjung usai, mulai dengan hutang-piutang yang harus di bayar di bawah jatuh tempo, sewa rumah yang sebentar lagi akan habis dan beralih kepada obat-obatan yang harus diambil di rumah sakit itu besok pagi. 

Ibuku sayang Ibuku yang malang, mengapa nasib kita tak pernah kunjung berubah dari waktu ke waktu, Tuhan sepertinya tak pernah jemu-jemu memberikan cobaan buat kita. Dalam bentuk kemiskinan, penyakit dan derita-derita hidup yang lainnya. “Apa salah kita kepada Tuhan bu…, sehingga penderitaan ini terus saja berlanjut dari hari-kehari. Mana jalan Tuhan yang pernah Ia janjikan di dalam kitab suci-Nya itu!!”. Aku mengelu ketika sayur lode itu masuk kedalam mulutku. 

Setelah menyelesaikan semuanya, aku bersiap menyarung sepatuku. Hari ini aku berencana untuk mencari kerja lagi. Biar pun aku tau tak ada yang bisa menerima aku bekerja dengan keadaan fisik ku ini. Tapi aku tak putus harapan. Aku ingat dulu guruku pernah bercerita tentang kesabaran seorang hamba yang terus di uji. Dan berakhir dengan sukses yang Ia peroleh, hanya itu yang bisa memacu adrenalin smangatku untuk menjadi yang lebih baik. Ibuku hanya memberikan smangat dan Doa untuk ku. Walau aku tau dadanya begitu perih tapi Beliau tak bisa berkata banyak. Setelah ku cium telapak tangan kanannya dengan perlahan kaki-kaki ku yang tak bertenaga ini ku langkahkan dengan semangat bara api. 

Aku terlahir bukan sebagai anak yang cacat, tapi 1 tahun yang lalu dokter mendiaknosaku terinfeksi suatu virus yang mengrogoti tulang belakangku dan menyebabkan aku lumpuh. Walau pun agak merepotkan dengan tongkat-tongkat di kedua bahuku ini, tapi mau tak mau aku sangat membutuhkanya untuk berjalan. Entah sudah berapa banyak harta Ibuku habis terjual untuk biaya pengobatan ku ini. Yang pasti aku tak mau hanya diam di rumah dan mengunggu malaikat Izroil mencabut nyawaku. Aku tak mau jika itu harus terjadi..!!. cukup sudah masa berkabung untuk diriku. Dan hari ini, hari ke 5 aku mulai kembali menata kehidupanku yang tragis ini. 

Dulu aku pernah bekerja diperusahaan Telekomunikasi seluler yang cukup bonafit di kota ini. Tapi sayang “untung tak dapat di raih, malang tak dapat di tolak. Aku di PHK karna keadaan ku tak menunjang lagi untuk meningkatkan laba perusaan itu. dan sepertinya teman-teman seperjuanganku juga tak bisa berbuat banyak untuk menolong aku bertahan diperusahaan itu. kandas lah sudah semua harapan dan mimpi Indahku. Kehilangan semua peluang dan kebebasan melangkah sangat mencabik hati ini. Tapi mau bagaimana lagi, takdirku berkata lain kepadaku. 

Dalam setiap doa sembahyangku, aku tak pernah luput untuk kiranya Tuhan segera mencabut penyakitku ini. Dan berharap bisa kembali sehat seperti sedia kala agar aku bisa mensosialisasikan janjiku kepada Ibuku dulu untuk memberangkat kan Dirinya menunaikan Ibadah Haji. Tapi sepertinya Tuhan belum berminat mengabulkan doa ku itu. Dan aku hanya bisa bersabar dan ikhlas dalam kabut derita ini, setidaknya itulah kata ibuku kepadaku. 

Langkah ku mulai gontai, perutku mulai lapar dan haus, petunjuk waktu di pergelangn tanganku menunjukkan pukul 4 sore, aku harus kembali kerumah. Aku tak mau Ibuku berfikiran yang macam-macam. Aku tau pikiran orang tua jauh sepuluh langkah di depan kita. Makanya aku putuskan untuk segerah pulang kerumah. Beberapa kantor yang telah aku masuki menolak lamaranku. Ibuku pasti sedih jika mendengar hal ini. Air mataku menetes dengan sendirinya di tengah dentuman bunyi tongkat yang menghujam bumi ini. “Maafkan aku Ibu”, air mataku masih terus menetes pilu. 

Sebenarnya aku ingin memaki Tuhan di kala itu. tapi rasanya mulutku tak sanggup untuk berucap sesuatu kepadaNya. Dengan cucuran keringat dan air mata. Sayu aku memandang kedepan dengan wajah Ibuku yang menjadi smangat hidupku. Batinku masih bercokol dengan rasa perih yang teramat sangat. “Oh Tuhan tolong aku dan Ibuku agar kiranya bisa kuat dari beban berat ini”. Batin ku mejerit.

Pukul 4.30 keadaan didepan rumahku di penuhi orang-orang yang tak pernah kulihat. Aku tak bisa menebaknya. Seribu perasaan menyerumput di hati ini. Dengan sisa-sisa tenaga yang aku punya, aku mempercepat langkah kakiku menuju rumah tua itu. Di depan teras samar aku melihat Pak RT sedang mengobrol dengan seseorang yang tak aku kenal. Para tetangga pun ikut hadir disana. Tiba-tiba saja ada perasaan takut menghinggapi pikiranku. “Jangan-jangan Ibu”. aku semakin mempercepat langkahku. 

“ Yang sabar ya Nak” Pak Rt langsung memeluk diriku ketika aku sampai di teras rumah itu. 

“Ada apa ini pak, Ibuku mana!!!” aku berteriak. 

“Ibumu tadi siang di bawah kerumah sakit karna serangan Jantung” Pak Rt terus memeluk ku erat dan tak bisa aku lepaskan dari tubuhku. 

“Tidak mungkin pak, tadi pagi Ibuku masih sehat, bapak becanda kan!!” aku kembali berteriak dan mencoba melepaskan diri dari pelukannya. 

“Benar nak, bapak ndak bohong, sekarang kamu istirahat dulu sebentar lagi kita kerumah sakit bersama-sama. Pak Rt membujuk ku. 

“Bapak gila!!!, bagaimana saja bisa istirahat kalo Ibu saya ada di rumah sakit…!!, aku mau kesana sekarang!!!, lepaskan Aku!!! Aku merontak dalam pelukkan itu.

“Ya sudah kamu tenang dulu!!, jangan panik gitu kita pasti kesana koq” kembali Pak Rt menghiburku. Dan akhirnya kami berangkat menuju Rumah sakit itu.

Selama di perjalanan pikiran ku tak stabil, Aku tak mau kehilangan Ibuku saat ini. Jika Ibu ku mengginggal aku orang pertama yang akan menyusul dirinya. Hanya itu alibi yang menonjol dalam pikiranku. 

“Nak Danu, kamu jangan sedih. Ibumu baik-baik saja disana” suara Pak Rt mengagetkan aku dari lamunan yang panjang. Aku hanya diam dan menatap keluar jendela mobil itu. Jarum-jarum dari langit tumpah ruah kejalan seakan menambah peluh di dada ini. Kuhapus embun yang menempel di jendela mobil itu dengan jari-jemariku yang sedikit kaku. 

“Ya Tuhan, Tolong jangan kau Kau bawa Ibu ku sekarang, aku masih belum sanggup hidup tanpanya, tolong Tuhan jangan dulu” aku berdoa di dalam hati.
Jarum-jarum dari langit itu masih deras mengujam bumi ketika aku dan rombongan para tetanggaku tiba di pelataran parkir Rumah sakit itu. kaki ku yang sedikit kram karna udaranya yang dingin tak terlalu ku keluh kan. Otak ku hanya fokus pada keadaan ibuku. Aku melaju dengan perlahan tertatih-tatih menaiki tangga Rumah sakit itu. Melewati lorong-lorong yang lumayan sempit dan tiba di kamar 403 tempat Ibuku terbaring dengan infus di pegelangan tangan kanannya. 

“Ibu!!!” aku berteriak dengan air mata yang jatuh di kedua pipiku. Aku memeluk Beliau dengan erat. Aku tak mau kehilangan Beliau saat ini. Kembali aku menangis memeluk dirinya. 

“Udah Nak, Ibu mu baik-baik saja, Beliau cuma Istirahat sebentar, dokter menyuntiknya dengan obat penenang agar Beliau cepat sembuh” tante Butet menghiburku. 

Aku hanya diam, tapi perasaan ku kini mulai agak tenang. Tante Butet mengajak aku untuk mengobrol keluar ruangan, sepertinya Beliau akan membicakan hal yang penting dengan ku. Tante Butet sudah seperti keluarga ku sendiri meski Beliau hanya tetangga sebelah rumah ku, Beliau benar-benar baik kepada keluarga kami. 

“Tadi siang Ibu Yuli datang menagih utang kerumahmu, Ibu Yuli mengancam jika tidak di lunasi besok pagi, Ibumu akan di laporkan ke polisi, makanya mungkin Ibumu shock mendengar hal tersebut. Tapi kamu jangan khawatir, utang Ibumu kepada Ibu Yuli sudah tante lunasi”. tante butet memandang jauh ke dalam mataku. Aku kembali meneteskan air mata, perasaan campur aduk di hati ini. Aku benar-banar tak bisa berbuat banyak untuk membahagiakan Ibuku. Aku memeluk tante butet dengan air mata membasahi punggung bajunya.

“Makasih banyak tante, tante udah terlalu baik kepada kami. Bagaimana aku harus membalas kebaikan ini,” aku masih menangis dalam pelukannya.
“Jangan kau pikirkan dulu soal itu, yang penting kamu rawat dulu Ibumu disini, dan kalau bisa hubungi semua saudaramu, mungkin mereka bisa sedikit membantu untuk biaya Rumah sakit ini, kamu ngerti kan ?” suara tante Butet samar di telinggaku. Aku hanya menganguk kan kepala saja. 



Pukul 03.35menit aku duduk di balkon ruang tunggu untuk pasien. Dari semalam mataku tak mau terpejam, pikiranku kusut, dan perutku terasa lapar tapi tak nafsu makan. Pikiran tentang biaya Rumah sakit menghatui segenap laraku. Aku kembali terpuruk dalam keadaan ini. Bagaimana aku bisa menghubungi saudara-saudaraku seperti yang tante Butet katakan, kalo nomor telponnya saja aku tak punya. Ahh bangsat!!! Sepertinya aku benar-benar sendiri hidup di dunia ini!! aku merasa kesal. Kaki ku sudah kram sejak dari semalam tapi masih tak ku pedulikan. 

Pokoknya aku harus cari cara agar bisa melunasi biaya Rumah sakit ini nanti, aku ingat dulu ibuku tak pernah menyerah dalam mengahadapi cobaan hidup ini. Aku belajar banyak darinya. Bayangan ku masih melekat tajam bagaimana Ibuku dengan tertatih-tatih bangun di tengah malam membuat adonan kue untuk di titipkan ke warung sebelah dengan mengharapakan keuntungan 50 rupiah perbuahnya, sesak dada ini jika mengingat hal itu. kadang adonan kue itu terbengkalai karna jahitannya yang lumayan banyak. Ibu ku benar-benar Wanita yang Hebat dan begitu malang Nasibnya. Air mataku jatuh kembali di kedua pipi ku. 

Beliau juga pernah tinggal di rumah kostan yang sempit seukuran 2x1,5 meter selama satu bulan karna harus menghindari hutang yang belum sanggup ia bayar.., aku menyebut itu peti kuburan dari pada kamar!! ya, sedangkan saudaraku hanya bisa memaki dirinya dengan sebutan Ibu yang memboros!!, dasar anak durhaka!! hati ku mulai kembali tercabik jika mengingat hal itu.

Sosok mantan suaminya pun sama saja tak punya otak dengan saudaraku itu. masih gila memikirkan vagina dan payudara. Anjing kalian semua!!!.
Subuh itu aku makin terpuruk, tongkat di kedua sisi tubuhku ini benar-benar jadi penghalang, “Ya.Tuhan, begitu berat cobaan yang kau berikan ini kepada aku dan Ibuku.., tolong Kau berikan sedikit sinarmu dari atas sana agar aku bisa sedikit berfikir tentang hari esok yang mungkin cerah buat kami..” aku mengakhiri sholat ku dengan berdoa itu kepada Tuhan yang katanya Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Amin. 

Suara tante Butet mengagetkan aku ketika aku terlelap di kursi branda disebelah ranjang Ibuku terbaring. Pukul 07.05 tante Butet sudah menjenguk aku dan Ibuku dengan membawakan sedikit makanan ringan untuk ku mengisi perut yang memang sangat lapar. Ibuku masih belum sadar dari alam abstraknya. Dengan gontai aku menuju ke kamar mandi umun dan sedikit membasahi wajahku yang tampak kusut masai. Aku harus berfikir bagaimana cara memdapatkan dana untuk membayar biaya Rumah sakit ini dengan atau tanpa bantuan dari saudara-saudaraku yang durhaka itu. Kembali aku duduk di kursi pengunjung Rumah sakit itu dangan bekal makanan yang tante Butet bawakan tadi sebari berfikir dan berfikir. 

Tiba-tiba ada yang menggigit di dalam kantong celanaku. Handphone bututku berteriak untuk segera diangkat. Sebuah nomor asing yang tak ku kenal terpampang jelas di layar mungil itu. 

“Halo!! Bisa bicara dengan saudara Danu Artha” sosok suara wanita di ujung telpon menyebut namaku.

“Ya, saya sendiri, maaf anda siapa” aku sedikit menggali informasi.

“Saya Gendhis dari majalah Wanita, maaf harus menggangu anda sepagi ini” suara itu setengah menyalakan diri.

“Majalah Wanita, hmm, ada yang bisa saya bantu mbak” aku sedikit berfikir.

“Ya, Saya sudah baca cerpen anda yang berjudul “Kartini Dialah Ibuku”, dan saya benar-benar tertarik dengan isi cerpern tersebut. Maka dari itu saya selaku pengasuh Rubik majalah ini akan memuat tulisan anda di majalah kami. Apakah anda setuju…??” suara wanita itu menghujam sisi lain dari hati ku. Aku diam dan hampir meneteskan air mata. 

“Haloo, saudara Danu, ada masih disana ?” suara itu membuyarkan lamunanku. 

“Ya mbak, saya setuju sekali, terima kasih sudah mau menerima tulisan saya itu” aku memahan air mataku yang hampir pecah. 

“Kalo begitu, bisa saya minta alamat nomor Rekening anda, kami akan berikan sedikit imbalan untuk anda” wanita itu sedikit tertawa. 

“Ya, mbak segera saya kirimkan nanti, terima kasih” tangis ku pecah saat itu juga”. Haru dan mencabik hati. 

“Oya, sebenarnya kami sangat membutuhkan orang-orang yang punya imajinasi seperti anda untuk bergabung dengan majalah kami, apakah anda berminat ??” suara wanita itu semakin renyah terdengar.

“Alhamdulliah, saya sekarang memang sedang butuh apresiasi mbak, saya berminat sekali. Tapi apakah keadaan fisik saya tak mengahalangi untuk bergabung di majalah mbak..” dengan terseduh aku mengeluh kepada Beliau.
“Kami tak butuh gaya, tapi kami butuh Kreasi dan imajinasi, apakah anda senang mendengarnya ?” kembali dia tertawa kecil.

“Allah hu akbar!!!, terima kasih mbak saya senang mendengar hal itu” 

“Ya sudah jam 10 saya tunggu anda di kantor saya di jalan Penjahitan No.35 menteng jakpus. Ingat jangan terlambat,saya benci orang yang tak sadar diri” wanita itu sedikit mengultimatum ku.

“Ya mbak, saya akan datang 30 menit sebelum janji itu. terima kasih”. Kedua tongkatku seakan jatuh sediri tanpa ada yang menyentuhnya. Aku tau itu adalah malaikat yang Tuhan kirim kan untuk ku. Aku sujud syukur di ruang tunggu pasein itu dengan air mata berderaian. Semua orang yang lewat menandangiku antara Iba dan aneh, aku tak perduli. Tangisku kembali pecah di dalam pelukan tante butet setelah Beliau ku ceritaan kejadian yang baru ku alami itu. 

Tante butet senang bukan kepalang mendengarya, dan Beliau yakin jika Ibuku mendengar hal ini juga akan bahagia sekali. Mulai saat itu kepercayaanku mulai tumbuh kembali, setidaknya aku bisa membayar biaya Rumah sakit ini dan semua hutang-hutang ibu ku dengan gaji yang nanti aku peroleh. Terima kasih Ya..Allah.., doaku terkabulkan juga. 

Kini dua minggu kemudian Ibuku sudah kembali kerumah kontrakkan kami. Tubuhnya masih lemas tapi semangat hidupnya masih bisa aku rasakan dari pancaran kedua matanya, seperti semangat hidupku yang berasal dari jantungnya. Aku menyalami kedua tangannya sebelum berangkat menuju dunia ku yang baru. Dunia untuk orang-orang yang tak pernah patah semangat seperti Ibuku yang sosoknya menyerupai sosok wanita terkuat yang pernah ada, dan akan tetap harum namanya seperti Kartini, karna Dialah Ibuku. 
I Love U Mom…



_End_

10juni09
Iwansteep

Selasa, 09 Juni 2009

kisah sedih...

Sebuah Prosa Klasic



“Sebuah Prosa Clasic”


Ini cerita tragis tentang Adam dan Iblis yang legendaris, menjadi legenda karena pernah di muat di beberapa kitab suci yang mereka percayai walau saling memaki.

Tentang Adam dan Iblis yang tak bisa akur, saling bermusuhan hingga akhir dunia. Tentang Adam yang pintar dan Iblis yang kuat, tentang Adam yang mulia dan Iblis yang mendengki.

Tapi pernah kau melihat pandangan kaum Langitisme, mereka bilang Adam adalah raga dan Iblis adalah pikiran. Adam bisa jadi kreasi tapi Iblis bisa pasti Imaji. Mereka tak perduli aturan karena aturan adalah perang yang akan segerah di mulai.

Sudah berapa lama dogma itu tertanam di benak kita, tapi kita sendiri pura-pura tak tau saja. Sayang sekali Adam dan Iblis saling memaki. Coba kalo mereka berdua saling memuji mungkin dunia yang damai akan benar-benar terjadi. 

Selama Adam dan Iblis saling memaki tak kan pernah ada kedamaian di dunia ini, yang ada hanya sosok Iblis berwajah Adam, atau Adam yang berhati Iblis.
Nah..!! Pertanyaannya mengapa Adam dan Iblis tak bisa saling memuji..??. jawabanya hanya satu.. karena Itulah cara Tuhan untuk menjadikan Dunia ini ada. Benar atau tidak terserah anda?!. 

Ini hanya argument sebuah prosa clasic yang tak pernah terungkapkan oleh kaum Munafik yang tak mau ambil resiko seperti aku yang bersifat Iblis berwajah Adam.

Dan pada akhirnya perdebatan ini tak kan kunjung usai sampai akhir dunia.., tentang Adam dan Iblis yang saling memaki!!. tinggal kau pilih saja mau jadi Adam yang berhati Iblis apa Iblis yang berwajah adam??. jika tidak kedua-duanya,mau jadi apa anda ini!!, semua tergantung anda, karna Anda yang menentukan nasib anda sendiri. Bukan ramalan atau dogma yang menyesatkan.
Selamat menikmati raungan ku ini!!

_End_






“Ada apa dengan hatimu…!!”


Berhati-hatilah dengan hatimu, hati kadang bisa mebinasakan akal!!. Akal ibarat Ibarat sebuah mesin yang tak kan berfungsi tanpa hati. Hati adalah motor penggerak akalmu!!. hati itu seperti Ibu dalam jiwa kita. Dan akal adalah bayangan dari harapan dan imajinasi kita. Hati seperti kreasi yang bisa menciptakan rasa yang dasyat, akal hanya bisa menyeimbangkannya. Seluruh alam bawah sadar kita di kendalikan oleh hati. Percaya atau tidak? buktikan sendiri!!. Berapa banyak manusia gila bahkan mati karena tak bisa mengkontrol hatinya. Maka hati-hatilah pada hati kecilmu. Percayakan semua pada hatimu ketimbang akalmu!!, jangan terjebak, sebab semuanya abstrak!!. 

Hati yang sudah membatu akan terasa susah di perbaiki dari pada akal yang dungu. Hati adalah Iman dan akal adalah harapan. Memang kenyataannya kita berfikir melalui akal dan diresapi dengan hati. Tapi tekadang kita tak bisa membaca hati kita sendiri, karna kita tak pernah mau mengenal diri sendiri. Bukankan orang sufi pernah berkata, Ingat diri ingat Tuhan!!. lalu yang mana kah yang terpenting buat kita, akal atau hati??. Maka jawabaya tergantung naluri mu..!!. kau tak perlu untuk percaya keduanya, karna memang keduanya bisa menjebakmu dalam suatu perkara. Tapi bukan kah semua perkara ada yang mengaturnya!!. Kembali lagi untuk percaya hati atau akalmu..

Ada baiknya kita singkron kan saja kedua naluri itu. agar kita benar-benar menjadi manusia seutuhnya. Tak begitu munafik dan tak begitu bernafsu. Akal untuk berfikir dan hati untuk mengambil keputusan. Tho perkara selalu ada di depan kita. Jadi jangan takut untuk berprasangka kepada perkara.


_End_

*Iwansteep*

Minggu, 07 Juni 2009

Spele Begu...!!!



“Spele Begu”

Malaikat itu sedang bermain-main di otakku
Membuatku tersenyum sendiri
Dan menggila sendiri
Dasar malaikat Cinta!!,
Taw saja aku lagi jatuh cinta!!
Hahaha,
Senyum itu slalu menghiasi wajahku
Semoga saja tak berakhir duka
Splele begu telah menancap tepat di hatiku
Slamat!!
Senyummu telah berhasil
menguna-gunakan aku
Membuat aku tak bisa tidur tenang
Slalu terbayang bibir mungil mu itu
Haruskah ku hentikan atau
Ku nikmati saja hingga masanya habis




"Bukan sinetron"

Hidup kita bukan di senetron
Yang kaya jatuh cinta kepada yang miskin
Dan kadang materi tak berarti lagi
dengan kebebasan berkasih

Hidupku bukan seperti sinetron
Masih saja harus ku nikmati luka ini
Lelah dan derita karna cinta
Tak ada yang pernah mengerti aku
Tak seorang pun yang menyelamatkan ku
Dari keterpurukan yang menyakitkan

Hidupku bukan seperti sinetron
Tak ada akhir yang indah
Tak ada malaikat penyelamat

Hidupku masih berjalan seiring langkah
Merapuh tanpa ada cinta yang ku harapkan
Hadir menemani ku


Francsec_Cool



Bukan Sinetron

Hidup kita bukan di senetron
Yang kaya jatuh cinta kepada yang miskin
Dan kadang materi tak berarti lagi
dengan kebebasan berkasih
Kebahagian slalu hadir di akhir cerita

Dengan mengagungkan satu cinta
Yang terjerat pada pandangan pertama
Atau karna sebuah kebaikan seperti malaikat
Sehingga mampu melepaskan seluruh ego
Dengan zirah kekuasaan

Alurnya begitu indah untuk di nikmati
Tanpa berfikir,
Tanpa pertalian untuk menghubungkan pada realita

Sinetron hanyalah bait-bait shen film yang menepurukan
Ruang cinta yang memberi satu hayalan konyol dewi cinta

Ku akui, akulah pencinta dengan cinta yang tulus
Apa adanya dan tanpa bait-bait
Perkara dan pertentangan
Tanpa harus mengikuti hayalanku
Aku tetap mencintaimu,
karna aku bukanlah pemeran!!

Kucingbetina = Yen atau Dhe




“Jemu Sastra”


Kadang rasa jemu mencabik tepat di ulu hatiku
Ketika ekspersiku tak pernah di Apresiasikan
Setiap sastra butuh Apresiasi ketika Ekspresi
Patut untuk di Apresiasikan

Tapi terkadang aku salah berintonasi
Atau mereka yang tak mengerti duniaku
Walau ada sedikit rasa manis dan asin,
Tapi rasa hambar begitu mengental
dan menyiksa hati

Haruskah Ego ini menguasai mereka,
atau ku hentikan saja sajak-sajak
yang tak bermakna ini
mungkin duniaku bukan disini,
dimana tempat mereka hanya
bercanda gurau dan memaki dengan sebutan Hai!!

Aku butuh Apresiasimu kawan!!
Bukan hanya diam membisu
Ekspresiku ini tak bermakna jika kau hanya diam

Berikan sedikit suaramu untuk lepaskan
Lagi Imajinasiku
Hanya itu saja, sulitkah bagimu??




“Bisikan Hati”

Coba kau dengarkan getaran ilalang
Yang melambai tersapu angin itu
Coba kau tanyakan kepada daun-daun gugur
Yang melayang di kala tua
Dan coba kau resapi gemericik aliran air
Di pegunungan itu
Apakah jiwamu nyaman saat bersamaku??
Jika ya!!
Datanglah padaku dan peluk aku
Dengan sejuta rasa abstrakmu
Tak perlu ragu jika kau mau,
Aku disini membutuhkan mu
Seperti paru-paru yang membuthkan udara
Ayo!! pegang tanganku
Berdua kita singkirkan pecahan krikil tajam itu
Hingga saatnya tiba,
Rambut kita hitam dan memutih
Kita tetap akan bersama
Selamaya



“Langitisme”

Percaya atau tidak!!
Matahari mengajarkan dunia
Untuk memuja Aku
Mengagung-agungkan Aku
Tanpa perduli apa rupa diriKu

Berapa Bab lembaran-lembaran suci
Sudah kutulis untuk mereka
Tapi, tetep saja tak pernah memahami aku

Ocehan tentang Langit terdengar
hingga ke matahari tapi tak
menjadikan dunia ini damai!!

Manusia-manusia munafik slalu ngotot
untuk percaya sejarah
Padahal mereka tau sejarah
Benar-benar di bawah matahari

Tapi sudahlah,
Dunia tak kan indah jika
semuanya tertata rapi
Turuti saja apa kata hatimu untuk percaya
Sejarah atau Matahari




“Ternyata Aku Butuh Dirimu”

Dan ternyata lebih susah bohongi
Perasaan dari pada tingka laku
Rasa itu lebih dalam dari yang aku kira,
Sehingga membawaku jatuh dan
Terjerat ke dalam kubangan prasaan ini
Ingin bohongi mata tapi hati mengadu
Ingin menyumpal mulut, tapi mata bicara

Hmm susah!!!
Susah sekali jika tak di ungkapkan,
Bisa-bisa aku terkena Lever neh!!
Atau bisa-bisamu sudah melumpuhkan hatiku
Apa yang harus aku lakukan Tuhan ??
Ingin sekali aku berspekulasi tapi,
Aku takut gagal
Gagal karena aku tak bisa mengimbanginya
Tapi sampai kapan aku bertingkah
Seolah-olah tak butuh udara untuk bernafas
Dari hati ku yang paling dalam ternyata
Aku sangat butuh kau disampingku
Untuk meneterjemahkan prasaan kasih ini
Prasaan ini harus ku ungkapkan walaw pun
Kau sudah berubah pikiran, biar aku bisa tidur tenang
Dan akhirnya aku Cuma mau bilang
“Aku ingin berbagi kisah bersama dirimu,
bisakah kau lakukan itu buat ku..??”



“Anak-Anak Berjenggot”

Teriakan anak-anak berjenggot
seakan mengharu biru di Negri ini
Opini-opini mereka terdengar Cadas
dan mengena logika
Tapi aku tak tau apakah jiwa dan raganya
Juga menyatu untuk mempertahankan opini tersebut

Anak-anak berjenggot seakan menghujam
Sisi lain dari Langit,
Memaki kebencian berbeda keyakinan!!
Argument tentang tanah Barzah lantang terdengar hingga
Ke Jazirah Arabia dengan menggunakan buku panduan
Aku tertawa ngakak mendengarnya!!

Anak-anak berjenggot tak pernah sadar
Mukanya tua otaknya dangkal!!
Anak-anak berjenggot tak pernah taw
Tentang neraka di tangan kanannya dan
Tangan kiri bersembunyi di dalam celana yang kotor

Hukum Phytagoras tak berlaku di sini
Yang ada hanya kaum Egoisme belaka
Anak-anak berjenggot tetap utuh tak terkendali
Karna dunia ini hanya milik kaum Mayoritas saja
“Mampuslah engkau kaum Minoritas!!”




“Jangan Jauh Dariku”

Dulu aku tak pernah takut jika
harus bertemu dengan malaikat itu
Dulu juga aku tak pernah gentar untuk
terperosok kedalam kubangan perasaan itu

Tapi sekarang,
Perasaan ngeri itu menyerumput di relung hatiku
Rasa takut itu begitu ngilu terasa di jiwa ini
Rasa itu tak bisa ku Netralisirkan
ketika aku bertemu kamu

Kamu yang telah hadirkan kedua rasa itu,
Rasa takut dan ngilu jika harus kehilanganmu

Jangan jauh dariku,
Ku mohon lakukan itu buatku,
Agar aku bisa tepiskan kedua rasa itu

Kaulah permata hatiku di pagi hari
Aku cinta kamu sayangku!!




“Berdamai dengan Iblis”

Aku ingin berdamai dengan Iblis
Walau tak bisa jadi teman,
Setidaknya tak menjadi lawan.

Aku ingin kibarkan bendera putih kepadanya
Walau tak bisa berjabat tangan,
Setidaknya dia tak perlu repot-repot
Memusuhi aku

Aku ingin memeluk Iblis
Walau tak sanggup menahan jijik!!
Tak apalah untuk kali ini aku berdamai
Dengan dirinya

Aku ingin bermuka manis kepadanya
Walau hati ini dongkol setengah mati
Di buatnya!!

Aku akan berikan sedikit pujian kepadanya
Karna dia memang gila pujian!!

Aku ingin berpegangan tangan dengannya
Mengarungi samudra yang luas ini,
Walau aku tau Iblis bisa membaca hatiku
Biar saja
kali ini aku ingin berdamai dengan Iblis
titik!!




“WHY ??”

Kemana dirimu teman
Tega kau biarkan aku membusuk di sini
Mana canda tawa kita dulu ?
Mana keceriaan yang pernah kita rajut bersama ??
Dimana semuanya itu teman!!!
Legitimasi ini tak kan sah jika kau tak di sampingku
Apresiasi ini juga tak kan sempurna jika kau
hanya mengawasiku dari jauh!!
Kenapa teman ?,
kenapa kau tinggal kan aku membusuk
di ruang tak berpenghuni ini
Kenapa teman?,
Apakah intonasi itu membuat kau memaki diriku??
Jika memeng benar,
Aku haturkan sejuta kata maaf untukmu
Aku rindu emosimu yang membakar langit itu!!
Ku mohon teman
Besuk lagi hatiku yang kosong ini
Pulang pulanglah teman
Aku butuh dirimu tuk
Wujudkan resolusi kita dulu
Aku tak mau jadi sampah,
Menelan sendiri kata-kata mengapa dalam benak ini
Tolong teman temui aku tepat di jantungmu,
Agar aku terhindar dari rasa jemu yang membosankan ini
Ku mohon teman
Ku mohon



“ Spectrum Kreasi “

Imajiku kering krontang di lalap api
Tandus tak bernyawa di tikam rasa jemu
Otak tak lagi menjadi tempat bertanya
Hati berganti naluri kecut tanpa rasa!!
Payudara itu tak lagi menggoda,
Ereksi juga tak lagi ada
Hitam legam bagai Iblis
Mengusik ketenangan jiwa!!

Aku telah mati rasa
Rasa hambar dalam sastra
Kreasi tak lagi mengjarkan cinta
Yang ada hanya jemu belaka
Hilang semua Indra perasa,
Aku sedang jemu Sastra!!

Anak Emas Berkarat


Namaku adalah Genu, umurku genap satu tahun tiga bulan dan aku sedang mengerami telor hasil hubunganku dengan seekor ayam jantan tetanggaku sendiri. Jumlah telor yang ku erami sebanyak 13 buah dan salah satu telornya berbeda sendiri, warnanya sedikit hijau, besar dan baunya amis sekali. Aku tak tau mengapa aku bisa menelurkan telor seaneh itu. Menurut primbon ke ayaman angka 13 berarti kesialan, aku tak terlalu ambil pusing, tho..tugas ku hanya mengeraminya sampai 21 hari, kemudian kita liat saja benarkah ada kesialan di dalam keturunanku nanti.
Pagi, siang, sore, malam aku tak pernah beranjak dari telor-telor calon buah hatiku nanti. Setiap mahluk yang mendekati wilayah kekuasaanku, pasti ku caci maki dengan sedikit membringaskan wajahku dan ku kembangkan kedua sayapku. Paruh ku selalu siap mematok apa saja yang membuatku kesal. Semua ketakutan tak terkecuali pemilikku sendiri. Beliau tak brani dekat-dekat ketika harus menaburkan biji-biji beras sebagai makanan favoritku. Ini adalah hari ke delapan aku mengerami buah hatiku tanpa hadirnya suamiku. 
Btw, ngemeng-ngemeng soal suami, jika harus cerita, sebenarnya aku sedih sekali. Tapi jika kau mau mendengarkan, apa salahnya aku cerita sedikit tentang suamiku yang egois’ayamis itu. 
Suamiku yang ku cintai mencapakkan aku tetika ia tau aku menelorkan telor yang tak sewajarnya untuk ukuran habitat kami. Dia menuduhku berselingkuh dengan ayam-ayam jantan lainya. Aku tak bisa berkata banyak, hanya diam ketika dia memaki diriku dengan ucapakan yang tak berperi’kebinatangan itu. Berapa kali aku sudah jelaskan padanya, mungkin ini adalah takdir Neptunus yang sengaja untuk menguji kehidupan kami. Tapi dasar ayam jantan tak punya hati, tali perkawainan kami robek begitu saja dalam tempo waktu yang teramat singkat. Kelang waktu 3 hari setelah dia memaki diriku, ternyata dirinya telah mengawini lagi ayam betina anak ayam tetangga sebelah. Dasar jantan-jantan mata kandangan….!!!, tidak bisa melihat betina yang lebih muda sedikit!! Aku memaki di dalam hati ketika melihat dirinya berjalan berdua dengan ayam betina itu.  
Semua pupuslah sudah, menangis darah pun percuma, tinggalah aku sendiri yang harus merawat anak-anak ku kelak. Tapi tak apalah aku pasrah menghadapi cobaan dari Neptunus ini. Aku percaya Neptunus telah memberikan jalan yang terbaik untuk ku kelak. Sekarang statusku adalah ayam betina tanpa suami, atau yang sering di sebut kaum Manusia Nanda..,, eh salah Janda ding!!. Hehe.. 
Sewaktu aku mengandung buah hatiku ini. Aku tak punya firasat apa-apa tentang buah hatiku yang aneh ini. Semuanya berjalan sebagaimana biasa. Aku tak pernah berselingkuh kepada siapa pun yang seperti di tuduhkan oleh mantan suamiku itu. Dari makanan yang aku makan juga tak ada yang spesial. Semua tentang bulir-bulir beras, cacing dan serbuk tanah.
Dan sewaktu aku bertelor juga tak ada tanda-tanda sakit di selangkanganku. Semua berjalan normal dengan sistem persalinan yang normal juga. Dan seingatku jumlah telor yang keluar dari selangkanganku berjumlah 12 buah, tapi anehnya setelah aku tinggalkan sebentar untuk mencari air minum di aliran got, jumlahnya bertambah satu menjadi 13 buah. Tapi aku tak begitu merasa aneh, atau mungkin aku telah memiliki sifat keIbuan seperti para betina-betina seumuran aku. Sudahlah yang penting aku terima saja telor aneh pemberian dari Neptunus ini, Kata hati ku ketika itu.
Menjelang malam ke 15, ada perasaan aneh menyerumput di relung hatiku. Aku tak tau apa yang akan terjadi. Tapi sudah beberapa malam ini aku tak bisa tidur tenang, mimpi-mimpi buruk selalu menghantui tidurku. Berapa kali aku harus berganti posisi kekanan dan ke kiri tapi masih saja tak enak. Hawa panas yang berasal dari telor aneh itu semakin tak wajar saja. Sempat aku berfikir untuk membuhuh anaku yang aneh ini, tapi tak ku lakukan karna aku merasa kasihan dengan dirinya. Apa pun yang terjadi aku akan tetap mengeraminya sampai menetas nanti.
Hari ke 18, terjawab sudah semua kegelisahan ku.., dari 13 telor yang ku erami, ternyata yang hanya menjadi benih sebanyak 5 buah saja. Aku benar-benar sedih soal itu. Ingin rasanya ku maki Neptunus yang tak merestui buah hati ku menetas dengan sempurna. Saking kesalnya aku pecahkan cangkang telor-telor yang tak sempurna itu. Prasaan ngilu ketika mataku melihat buah hatiku tergeletak tanpa nadi itu. air mataku menetes tak henti ketika itu.
Suara gemeratak di bawah tubuhku,membangunkan aku dari alam abstrak itu. Dengan paruh-paruh yang lemah itu, perlahan buah hatiku melepaskan diri dari himpitan cangkang yang menyesakkan itu. Buah hatiku yang pertama seekor jantan yang tampan sekali. Aku beri di nama ”Getar”. Tak lama kemudian menyusul yang kedua yang tak kala tampannya dengan wajah sang kakak aku beri dia nama “Gelar”. Yang ketiga ternyata seorang betina yang imut, “Getir” namanya. Yang ke empat jantan kembali “Gentar” itulah namanya.
Hampir putus asa aku menunggu penetasan anak ku yang kelima ini. Jaraknya cukup lama, sekitar 6 jam lebih, aku hanya berfikir kemungkinan karna bentuknya agak besar mungkin juga membutuhkan waktu lama untuk melepaskan cangkang yang tebal itu. dan akhirnya suara raungan anak-anak ku mengantarkan si bungsu keluar dari cangkang itu.
Betapa shocknya tetika aku tau wajah anak bungsu ku berbeda sekali dengan wajah anak-anak ku yang lain. Paruhnya sedikit lebar, kuning dan jari kakinya seakan menyambung di antara selah-selah jemari yang lainnya seperti selaput Tentakel pada cumi-cumi. Dengan keanehan itu ku beri nama dia Ben. Walau pun begitu aku tetap sayang kepadanya.
Ben ku yang malang, di mana tempat dia berdiri selalu terkucilkan. Di lingkungan sekitar bahkan di keluarga kecil kami. Semua saudaranya seakan mencibir Ben yang berbeda itu. Ben menghabiskan waktunya sendirian mencari makan dan seakan itu adalah pilihan yang berat untuknya. Aku hanya menyaksikannya dari jauh dengan hati robek tepat di dada ini.
Semakin hari Ben ku yang malang semakin dewasa dan semakin terkucilkan juga. Pernah suatu hari Ben ku sedang asik menikmati serbuk-serbuk tanah di halaman belakang rumah, sekonyong-konyong gerombolan saudara-saudaranya datang dan menghajar Ben habis-habisan sampai babak belur mukanya tak beraturan, dengan alasan Ben telah mengambil daerah kekuasaan mereka. Kepalanya berdarah dan kaki kanannya sempat pincang untuk beberapa hari. Dengan hati terenyuh aku memeluk Ben dengan air mata yang berderai.
Pagi itu…,suara mantan suamiku membangunkan aku dari alam mimpi itu, suaranya di sambut dengan suara ayam-ayam jantan yang lainnya seperti sebuah gema yang bertalu-talu. Hari yang cerah untuk memperkenalkan dunia yang lain kepada anak-anak ku. Sebelum berangkat mencari makanan, semua anak-anakku aku tancapkan sedikit dogma kepadanya dan tak terkecuali Ben yang duduk di pojok pinggir kandang itu.
“Ingat..!!, hari ini kita akan menyelusuri sebuah aliran air yang tergenang di daerah punjak seberang saja. Ibu tidak mau ada yang berkelahi disana, apalagi bermain-main di tepi aliran air yang tergenang itu. Mengerti semuanya..!!!” aku berkata cukup keras kepada anak-anak ku.
Semua mengganguk-angukkan kepala dan kami sekeluarga berangkat menuju dunia yang lebih luas itu. Sepanjang perjalanan Ben seperti biasa tertinggal satu hasta di belakang kami. 5 menit sekali aku harus menoleh kebelakang berharap Ben tak tertinggal jauh dari rombongan kami.
Ketika separuh perjalanan, aku bertemu dengan Elok’ teman seperjuanganku dulu. Dia juga sepertinya sedang mendidik anak-anaknya untuk belajar mandiri sama seperti diriku. Tapi bedanya dia tak mempunyai anak seaneh diriku. Elok’ hanya tersenyum ketika melihat Ben ku yang malang. Dan sedikit menasehatkan aku untuk bersabar saja menghadapi ujian dari Neptunus ini. Perjalanan ini masih berlanjut dengan cibiran kepada Ben dan aku.
Hampir setengah hari perjalanan akhirnya kami sampai juga di perbukitan yang terhampar luas itu. Tinggal menyebrangi aliran air yang tergenang itu dan kami sampai ketujuan itu.
Dengan hati-hati kami sekeluarga melewati jembatan tanah setapak itu. mataku masih jeli mengamati Ben yang masih saja tertinggal di belakang kami. Dan tiba-tiba saja dari arah depan sosok ular sendok menghalangi jalan kami. Dengan matanya yang tajam kemerah-merahan seakan siap menerkam anakku yang pertama Getar yang saat itu berjalan paling depan…,
Getar spontan melompat kebelakangku. Anak-anak ku kini berkumpul di belakang ku semua. Lidah sang ular keluar masuk mengumpulkan bisanya. Belum sempat aku memberikan isarat kepada anak ku untuk berlari, secepat kilat pula patokan ular menyerumput tepat ke arahku. Aku melompat mengelakinya dan tanpa sengaja kaki ku mengenai anak ku yang ke empat Gentar. Gentar pun tersungkur dan terpental masuk kedalam genangan air yang cukup dalam itu. Aku shock melihatnya. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Kami sekeluarga kocar-kacir di buatnya, semua anak-anak ku berlari sekencang mungkin menjauhi ular tersebut tak terkecuali Ben.
Ular itu masih mengejar kami hingga radius 5 meter. Aku tak tau mungkin Neptunus masih melindungi keluarga kami, dan tiba-tiba saja sekarang sang ular itu masuk kedalam kubangan air yang tergenang itu. kini target sang ular adalah anak ku yang ke empat..Gentar..
Suara Gentar berteriak minta tolong kepadaku.., aku sebagai ibu benar-benar tak bisa melakukan apa-apa ketika itu. Sang ular perlahan menyelam mendekati anak ku Gentar. Gentar sendiri naik turun di genangan air itu karena memang dia tak bisa berenang.
Aku tak tau apa yang di pikirkan Ben, tiba-tiba saja berani menerjunkan dirinya ke dalam genangan air itu. Ben dan Ular sekarang seolah berlomba mendekati Gentar. Aku cemas menyaksikan situasi itu. layaknya film action jantungku pun berdetak kencang.
Mulutku berkomat-kamit mengucapkan mantra kepada Neptunus agar kiraanya Ben dapat menyelamatkan saudaranya. Ben pun sekuat tenaga mengayuh kakinya di dalam genangan air itu. Akhirnya Ben sampai lebih dulu mendekati Gentar.., tapi situasi ini belum berakhir. Ben dengan sisa-sisa tenaganya harus mendorong Gentar keluar dari kolam air itu. Air mataku jatuh ketika kurang dari satu hasta lagi Ular itu mendekati Ben dan Gentar.., ketika sang Ular hendak berancang-ancang menyemburkan bisanya kearah mereka berdua. Tiba-tiba saja secepat kilat Mbah Murno muncul dengan cengkramannya yang tajam menghunus sang ular tersebut. Mbah Murno membawa Ular tersebut terbang mengitari langit nan biru itu. Dua doa ku terkabul sekaligus ketika itu. Yang pertama kedua anak ku selamat dari cengkraman sang Ular, dan yang kedua aku dapat langsung melihat mbah Murno yang menjadi legenda itu.
Setelah kejadian itu, aku berlari mendekati anak-anak ku. memeluk mereka berdua dengan perasaan yang tak bisa aku lukiskan. Ben dengan nafas yang terengah-engah hanya diam membisu dalam pelukan ku. Semua mahluk sekarang memuji keberanian Ben. Mengucapkan selamat kepada Ben dengan senyuman yang ramah tamah. Aku senang sekali mendengarnya, karna mulai saat ini Ben ku tak lagi menjadi bahan ejekan di lingkungan kami.
“Anak ku yang terpisah…!!” tiba-tiba suara itu terdengar di antara kerumunan semua mahkluk yang ada di sana. Aku dan Ben terkejut bukan kepalang mendengar pengkuan itu dari sebuah pasangan yang mukanya mirip sekali dengan Ben. Ben memandangi pasangan itu dengan ekspersi setengah shock.., merasa tak percaya jika ada mahluk yang mirip sekali dengan dirinya.
“Jangan panik…!!” pekikan mbah Murno tedengar dari atas langit mencoba mendekati kami. Mbah Murno turun menukik dengan sayap-sayapnya yang lebar ke arah kami.
“Anak ku…, kedua mahluk ini adalah orang tuamu.., kamu tak usah takut..” kata Mbah Murno berkata kepada Ben. Guratan-guratan wajah mbah Murno seakan tercermin dari pengalaman-pengalaman spiritualnya. “Kamu harus berterima kasih dengan Ibumu itu” mbah Murno menunjuk kearah ku. “karna beliau begitu tulus merawatmu sejak kamu kecil, begitu kuat dengan makian-makian yang pernah dia dapat”. Kata mbah Murno melanjutkan lagi.
“Tapi kenapa bisa begini cerita hidupku mbah…!!” Ben menangis memeluk mbah Murno. Aku tau Ben tak bisa menerima kejadian ini begitu saja. Aku pun terisak tanggis ketika itu. sebuah jawaban yang dari dulu tak pernah terungkapkan.
“Apa pun cobaan yang kau hadapi..,Neptunus bekerja dengan cara yang misterius anak ku…, berterima kasihlah kepadaNya karna Neptunus telah menemukan jalan hidupmu yang semestinya..” kata mbah Murno diselah-selah tangisan Ben.
“Ibu…!!”. Ben memeluk Ibu kandungnya dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Aku tak kuasa melihatnya. Tapi harus ku tegarkan hatiku. Semua mahluk tak terkecuali meneteskan air matanya di tempat itu.
Satu keluarga yang sempat terpisah kini bersatu kembali. Kedua orang tua Ben memeluknya dengan prasaan kasih yang teramat sangat.
“Ibu…!!” Ben kini menangis dalam pelukkan ku. Semua anak-anak ku pun ikut memeluk Ben yang pemberani. Walau berat untuk melepaskannya, tapi aku harus merelakan Ben pergi menemui jalan hidupnya sekarang.
“Terima kasih Bu untuk semua kasih yang pernah Ibu berikan pada Ben. Ben sekarang punya dua Ibu…, Ben takkan lupakan Ibu untuk selamanya…” Ben kembali terisak tangis dalam peluk ku.
“Ya..Ben…, semoga Ben bisa bahagia dengan keluarga Ben yang baru ya…” aku memberikan Ben sedikit semangat.
“Ben…, ayo.. sudah saatnya kita pergi.., perjalanan kita masih jauh nak..” Ibu kandung Ben berkata sambil tersenyum meminta Ben merelakan perpisahan ini.
Tatapan mata Ben masih sayu…, matanya merah, langkahnya gontai melangkah seakan berat untuk pergi dari ku. Semua keluargaku melambaikan tangan kepada Ben mengiringi kepergiannya.
Dengan pelan Ben dan keluarganya menyusuri aliran air yang tegenang itu. semakin lama-semakin mengecil dan hilang tertelan hulu sungai itu.
“Selamat tinggal Ben…., semoga Neptunus bisa mempertemukan kita kembali…” kata batin ku di dalam hati.
“Kamu harus kuat nak..!!, ini adalah jalan yang terbaik bagi Ben yang telah diatur oleh Neptunus…” suara mbah Murno bias terdengar di telingga ku. “Ya…,mbah… terima kasih…” aku menjawabnya.
Mbah Murno terbang melayang membelah Langit yang sembentar lagi senja…, matanya tajam mengawasi setiap tingkah laku semua mahluk yang ada di bawahnya. Bagi ku mbah Murno bukan sekedar burung Elang biasa, tapi utusan Neptunus yang bijaksana.
“Terima kasih Neptunus.., terima kasih mbah Murno.., terima kasih Ben…, karna kalian pernah singgah di hati ini. Aku bahagia saat ini, karna mulai sekarang aku tau bagaimana memaknai hidup yang hanya sementara ini…” Aku dengan yakin langkah kan kaki ku menuju rumah peristirahatan ku itu.
****
“Ayah…, tadi sore aku liat sepasang bebek dan satu anaknya mencari makan di aliran sungai di seberang rumah kita…, willy yakin itu telor bebek yang kemarin willy letakan di kandang ayam Om Harmad…, dan sepertinya telur bebek itu sudah menetas Yah…!!” ekspresi bocah kecil itu meneriaki Ayahnya yang sedang mencari rumput untuk pakan sapinya di belakang rumah yang sederhana di sebuah desa yang ramah tamah. 

_End_
03Juni09