Minggu, 24 Januari 2010

"Ketimun Bongkok"


Pasar buah Kramat Jati pukul enam pagi
Hinggar bingar suara para pedagang memecah kebisuan di pagi ini. Gaduh dengan segala aktifitas mereka. Keringat kuli panggul menetes menambah beceknya jalan yang menjadi pemandangan sehari-hari untuk para pembeli. Beginilah suasana pasar tradisional sebagian besar yang ada di Negara ini. Tapi tak perlu khawatir, peredaran uang di sini jauh melebihi plaza-plaza yang ada di sebagian kota besar. Tho faktanya sebagian besar agen atau distributor semua berawal di pasar ini. Jadi jangan takut dengan kwalitas barang yang di tawarkan di sini. Semua di jamin 159 persen halal dan di halal kan. 

Di salah satu loss di ujung gang arah dari pintu masuk sebelah timur tak kalah gaduhnya. Buah-buahan tertata rapi, cantik dan menggiurkan dahaga. Mulai dari semangka, durian sampai angur atau apple ada di sini menambah warna-warni isi tiap kios para pedagang. Ingin cari pepaya atau sayur-sayuran segar ?? Tak perlu jauh-jauh tinggal melangkah satu hasta, semuanya ada di sini. Tapi suasana riang gembira pembeli atau penjual ternoda dengan keluh kesah dari sesosok mahluk kerdil ini. Mukanya muram durja dengan ekspresi tak bersahabat. Semua teman-teman telah letih memberikan masukan kepadanya, tapi tetap tak digubrisnya. Entah sudah berapa jam Dia mengguman dan memaki pembeli yang tak mau membawanya pulang. Baginya Dia hanya mahluk cacat yang yang tak berguna. Tho akhirnya juga akan terbuang seperti hal layaknya para keturunannya. 

“Sialan!!” Upatnya lagi
 Perasaan kesalnya semakin menjadi-jadi, mana kalah sekarung mentimun baru saja tiba dan akan segara bergabung dengan dirinya. Bau mereka masih segar karna baru beberapa jam yang lalu di petik dari sebuah ladang di perbatasan kota. Muka ketimun semakin merah karna marah. Teman-teman yang baru datang ini tak berani menegurnya. Dengan sisa-sisa tenaga yang di milikinya, ketimun menjatuhkan diri dari rak pajangan dan segera bercampur dengan hitamnya tanah yang becek. 

“Hei ketimun!! apa yang kau lakukan!! tubuhmu jadi kotor tau!! dasar bodoh!!” Buah Melon mencibirnya.

“Aku ingin bunuh diri saja!! aku tak sanggup lagi tinggal di dunia ini!! aku tak mau mati busuk dengan ulat-ulat yang mengerayangi tubuh ku!” Ketimun semakin membenamkan dirinya kedalam kubangan lumpur itu. 

Hy ketimun!! kau kira cuma diri mu saja yang punya masalah dengan kebusukan!! kau baru beberapa hari disini, kau lihat aku!! aku sudah hampir tiga minggu di sini, asal kau tau saja, ulat-ulat sekarang sudah bersarang ditubuh ku, tapi sampai sekarang aku tak pernah mengeluh, karna itu sudah menjadi takdir kita sebagai mahluk yang belum beruntung” Buah Durian tampak esmosi. 

“Hei kau Durian!! tau apa kau soal keberuntungan!! aku memang baru beberapa hari di sini! tapi setidaknya kau tak cacat seperti aku., meskipun kau busuk, tapi wangi mu masih tercium semerbak, sedangkan aku, cacat dan sebentar lagi membusuk, mana ada orang yang mau membeli ku” Ketimun ikut esmosi. 

“Dasar kau Ketimun yang aneh!! tak bisa menerima takdir dari yang Maha Pemberi Kehidupan!!” Durian memakinya. 

“Kaulah yang aneh!! dasar Durian bodoh!! mau saja menelan mentah-mentah kata takdir tanpa mau mencari maknanya apa!! bagi ku takdir hanyalah kebohongan dari para orang-orang tua kita dulu yang menancapkan dogma dipikiran keturunannya. Kata takdir tercetus ketika mahluk itu tak mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan hatinya. Mengerti kamu!! Ketimun mengutarakan argumentnya. 

“Jadi maumu apa sekarang Ketimun bungkuk!!” suara dari atas langit ikut menengahi mereka. Suara itu berasal dari sesosok Burung Sorga yang sejak tadi mendengarkan celoteh sang ketimun dari atas kabel gardu listrik.
Ketimun terdiam sejenak, dia benar-benar tak menyadari bahwa sang Burung Sorga ada ditengah-tengah mereka. Otaknya berputar-putar lalu dengan lantang menantang Burung Sorga itu. 

“Aku ingin kau sampai kan kepada Sang Yang Maha Pemberi Kehidupan, bilang padaNya, Aku dan keturunan ku tak ingin menjadi ketimun yang cacat!! Mata ketimun penuh semangat.

“Jadi kamu mau jadi apa!!” Burung Sorga balik bertanya.
“Terserahlah yang penting aku tak mau menjadi Ketimun Bungkuk yang cacat dan tak berguna bagi manusia!!” Wajah ketimun semerah api.

“Kau benar-benar aneh Ketimun!! Kenapa!! kau tak temukan bentuk yang pas untuk memperkuat alibi mu ya ?, atau jangan-jangan kau tak pernah tau siapa dirimu sebenarnya?” Buah jeruk mengimpali dan membuat ketimun malu. 

“Apa kau bilang jeruk sialan!!” Ketimun memaki sang Jeruk lalu melanjutkan kembali dengan sisa-sisa tenaganya. “Kau bisa bilang begitu karna kau terasa manis dan cantik!! kalian disini tak kan bisa mengerti aku!! dan kalian tak pernah perduli dengan nasib ku atau keturunan ku. Kalian bisa mengatakan itu karna kalian tak senasib dengan diriku. Saos tartar kalian semua!!” Ketimun tak bisa lagi mengontrol emosinya. 

“Hei kau Burung Sorga, sampaikan saja pesanku kepada Sang Pemberi Kehidupan bahwa aku ingin menjadi mentimun yang normal, tak ada cacat di punggung ku. bisakah kau lakukan itu untuk ku ?” Ketimun menantang lagi Burung Sorga itu.

“Baiklah Ketimun Bungkuk, kalo cuma itu keinginanmu, tak usah capek-capek aku terbang ke langit. Sekarang saja aku bisa mengabulkan permintaan mu, sekarang bersiaplah” Burung Sorga tersenyum kepada Ketimun.

Semua buah yang ada disana terkejut bukan kepalang, bagi mereka Ketimun ini benar-benar sudah gila akan ambisinya. Mana ada mahluk yang bisa merubah kodratnya hanya dalam hitungan detik. Tapi mereka semua tak menyadari bahwa sesungguhnya Burung Sorga itu ternyata Zat Yang Maha Pemberi Kehidupan yang menyamar sabagai Burung tersebut. Begitu mereka tau, semua bersujud dan memuliakan NamaNYa.

“Sekarang apa kah kau sudah merasa puas Ketimun Bungkuk?” Zat Yang Maha Pemberi Kehidupan berkata kepada Ketimun.

“Ya, Aku sudah merasa puas wahai Zat Yang Maha Pemberi Kehidupan, terima Kasih” Ketimun menjawab sumringah.

Kini Ketimun bangga bukan kepalang, wajahnya tampan dengan bau yang segar pula. Dia yakin akan mudah terjual dengan penampilannya yang sekarang ini. Saking girangnya Ketimun berjalan dengan angkuhnya mengitari meja-meja pajangan itu dengan menginjak-injak buah-buah yang ada disana. 

“Lihat aku sekarang!! Apa kah kalian disini iri padaku!! wajah ku tampan, bauku segar, dan satu lagi kalian tak kan pernah bisa seperti aku yang berhasil merubah takdir ku sendiri!! Hahahahak!!” Ketimun tertawa dengan kerasnya dengan kedua tangan menempel di pinggang.

Memang tak dapat di pungkiri, semua buah yang ada disana iri melihat ketimun yang dulu cacat sekarang telah berubah menjadi mahluk yang tampan dan rupawan. Semua buah yang ada disana sebenarnya ingin juga seperti Ketimun Bunguk tapi malu, malu untuk mengutarakannya kepada Zat Yang Maha Pemberi Kehidupan. Terlebih lagi kepada Ketimun yang dulu pernah mereka ejek dengan argument mereka. 

Untuk sesaat kemudian kabar berita bahwa Ketimun telah berubah menjadi gagah dan rupawan telah tersebar hingga ke pelosok-pelosok loss kios pedagang. Sumpah!! mereka semua iri kepada ketimun yang berani melawan takdirnya. Bagi mereka Ketimun adalah tonggak sejarah bagi dunia buah-buahan yang telah berani melawan takdirnya sendiri. Ketimun Bungkuk mendapat gelar “Sang Penembus Batas” entah apa artinya itu. Aku pun tak mengerti arti makna kata itu. Tapi aku cukup puas melihat expresi mereka yang tak bisa seperti Ketimun Bungkuk. Dan seperti yang Ketimun katakan “Kau tak kan bisa pahami perasanku sebelum kau merasakan seperti aku rasakan!! dan mereka telah rasakan, bagaimana rasanya tak bisa menjadi sempurna seperti ketimun” hanya itu yang ada dipikiran ku saat ini. Dan mulai detik itu, tak ada lagi yang bisa mereka panggil dengan sebutan Ketimun Bungkuk, sampai sekarang nama Ketimun telah berubah menjadi “Si Segar Mentimun Sang Penembus Batas”. Nama yang panjang dan aneh..

Cerita legenda itu terus terdengar turun-temurun dari mulut kemulut hingga sampai sekarang. Aku pun terkejut bukan kepalang setelah mendengar cerita itu dari nenek ku tadi pagi. Beliau bilang tak banyak lagi yang tau cerita itu, karna memang kejadiannya telah berlalu beratus-ratus tahun yang lalu. Dan aku pun berniat untuk membukukannya. Ku pikir dari pada cerita itu hilang ditelan bumi, alangkah berharganya jika cerita itu tetap abadi. Ya, hitung-hitung melakukan sesuatu yang berharga disisa hidup ku ini. Aku yakin bukan cuma aku yang bisa mendapatkan motifasi untuk bertahan hidup di dunia ini. Tapi dengan adanya buku itu sendiri akan ada banyak orang-orang seperti aku atau mungkin orang-orang seperti Ketimun Bungkuk sewaktu sebelum perubahannya akan merasa optimis dalam menjalani hidup di dunia ini, terlebih lagi dengan kecacatan fisik atau mental yang mereka derita. Semoga saja.

****

“Ayo Nek!! ceritakan lagi bagaimana kelanjutan kisah Ketimun Bunguk setelah perubahannya ?” Aku merayu Nenekku sambil memegang pena diujung jari kaki ku. 

Ya, asal kau tau saja, sejak lahir aku seperti Ketimun Bungkuk yang tak sempurna. Aku terlahir dengan kecacatan fisik yang ku derita. Ya, aku tak memiliki kedua tangan sebagaimana orang-orang normal. Tapi aku masih bersukur masih diberikan Tuhan dua buah kaki yang dapat ku gerakan sebagaimana ku inginkan. Makan, berjalan, sampai menulis semua ku lakukan dengan kedua kaki ku ini. 

Mungkin aku tak seberuntung Ketimun Bungkuk yang begitu mudahnya bertemu dengan Tuhan dan dalam sekejap kecacatannya hilang begitu saja. Tapi dapat aku petik hikmahnya, bahwa kecacatan membuat orang bisa hidup dengan kreatif lagi. Itulah manusia, mahluk yang bisa beradaptasi dengan baik. Baik dengan lingkungan sekitar atau pun dengan anggota tubuhnya sendiri. Bagaimana pun juga kita hidup bukan mencari orang yang sempurna, tapi belajar bagaimana mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna. Dengan begitu kita bisa tau bagaimana rasanya menjadi orang yang tidak sempurna. Bukan begitu

“Baiklah cucu ku, Nenek akan lanjukan ceritanya” Jawab sang nenek sambil melepas kaca matanya lalu duduk tepat di sebelah ranjang ku.

Aku dengan sigap mendengarkan kelanjutan cerita itu sambil mengunyah mentimun yang baru saja aku ambil dari dalam lemari es. Berharap semakin banyak aku makan Mentimun, semakin cepat pula tangan ku segera tumbuh. Hahahak!! Aku tertawa didalam hati. Aku tau Itu hanya hayalan ku saja. Benar-benar imajinsi yang aneh. Hahahaha…


Dunia 4x6 meter,
090909-
Iwan Steep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar