Memory Yang Tertinggal
Beberapa kali aku membolak-balikan map yang tergeletak di meja kerjaku. Aku mencari sesuatu yang sangat penting. File Laporan akhir tahun yang harus aku serahkan kepada atasanku besok pagi. Lembaran kertas Hvs berserakan di lantai kamarku laksana pemandangan kapal pecah. Sesekali otak ku berjalan, menebak-nebak mungkin kiranya ada disalah satu laci meja kerjaku atau ditempat lain, tapi sayangnnya tak ku temukan juga. Aku sedikit kecewa, otak ku mulai berfikir kembali. Aku duduk ditepi ranjang dan memandang kesekitar kamarku. Mataku nanar menatap di setiap sudut kamarku, mengelilingi tiap inci sudut kamar seperti naik operet keliling dan membuat ku pusing. Batinku mulai menjerit kesal. Aku lelah, lalu ku rebahkan tubuhku diatas kasur yang kehilangan angin itu. ku pejamkan mata dan menarik nafas panjang. Rasa cemas menghantui aku. Kata-kata dari atasanku terus terniang-niang dalam otakku.
“Pak Herman…!!,Hari senin pagi saya minta Foam Laporan Penjualan Ahkir Tahun sudah ada dimeja kerja saya. Pukul 10 kita akan ada Rapat tertutup dan penghitungan Rugi laba. Saya harap tidak ada masalah”. Setidaknya begitulah kata beliau.
“Seharusnya memang tidak ada masalah Pak, tapi..,” aku ragu, belum sempat melanjutkan, seribu ceramahnya sudah menyebur tepat diwajahku.
“ Tapi apa…!!!, Jangan main-main dengan saya Pak Herman..!!, dan jangan mempermalukan saya di depan atasan saya. Kamu tau Atasan kita itu seperti apa…!!, pokoknya saya tidak mau tau.., hari senin pagi Laporanmu sudah ada di meja kerja saya…, mengerti..!!!, kalo mengerti silakan kembali keruangan anda”. Matanya melotot keluar dan mulutnya seperti ingin menelan saja.
“Ya..Pak saya mengerti, saya akan kerjakan Sekarang..”. Aku keluar dari ruangnya dengan tubuh lemas. Teman-teman sejawat memandangku dengan seribu kata tanya. Aku kembali ke meja kerjaku dan terpaku menatap layar komputerku yang hitam.
“
“Pak Andry Inginkan Laporanku hari senin sudah dimejanya” aku mengeluh lemas.
“Trus kendalaya apa”. Pertanyaan yang membuat hatiku renyuh.
“Liat komputerku…, hitam tak berwana” aku menujukan benda berbentuk kotak 17 inc itu kepadanya.
“Komputermu kena Virus…!!, kok bisa..??” Heru Terkejut.
“kemarin aku memasukan sesuatu di dalamnya. Aku ga tau kalo Flasdiscku ada virusnya dan parahnya lagi aku lupa mengapdate anti virusnya.” aku menatap wajahnya dengan kode yang tak biasa. Dan sepertinya dia membaca kode yang aku kirimkan.
“Hahahaha…., mampus loe….!!!” kami berdua tertawa.
“Sudah minta Pak Joko untuk mengistalnya” Heru bertanya Lagi.
“Sudah…. dan kata pak joko, setengah file dan program dari perusahaan ga bisa di selamatkan” aku kembali lemas. Sobatku menepuk bahuku dan sedikit memberiku semangat.
“
“
“Ya udah…, sekarang kerjakan dulu yang bisa kau kerjakan. Kalo butuh bantuan besok telpon aku aja”. Heru kembali menepuk bahuku dan berlalu dari ruanganku.
****
Mulai dari tadi pagi aku sudah mengurung diri di kamar. Di depan layar komputerku, jariku lincah bermain di atas papan kybord dan sesekali memainkan mouse yang ada disebelahnya. Hari minggu yang melelahkan.
Suara ibuku sudah tak terhitung lagi memanggilku untuk meminta aku mengisi perutku yang kosong, tapi tak ku perdulikan. Asbak sudah tak bisa lagi menampung batangan-batangan rokok dan abunya. Gelas kopi bertebaran dimana-mana. Kini aku letih…, pundak ku berat sekali, kepalaku pusing karna Cafein dan asap rokok bercampur di paru-paruku. Masih dalam keadaan terlentang aku mengingat-ingat dimana terakhir aku meletak
Ku pejamkan mata dan sedikit melepaskan beban, tiba-tiba saja anganku melayang ke dunia alam bawah sadarku. Mengingat-ingat kembali masa laluku yang sulit.
Tak terasa sudah 5 tahun aku bergabung di perusahaan itu. Aku memulai semuanya dari nol. Mulai dengan menjadi sales lapangan trus diangkat menjadi sales kounter dan seterusnya menjadi asisten Supervesor. Hidup adalah sebuah proses…, dan tak terasa proses telah membawa aku menduduki posisi Manager Pemasaran. Sebuah posisi yang cukup penting di perusahaan itu. Semua kuraih dengan smangat dan kerja keras.
Aku tergolong mapan jika di bandingkan dengan teman-teman sekantorku, setidaknya itulah kata mereka. Tapi langkahku terhenti ketika mereka bertanya kapan akan mengakhiri masa lajangku. Memang umurku sudah tak muda lagi, 29 tahun adalah umur yang cukup matang untuk duduk di kursi pelaminan. Aku tetap tak perduli, bagi ku buat apa terburu-buru jika hasilnya gagal. Ya.. aku takut gagal dalam segala hal. Ibuku juga tak bisa terkata banyak, beliau adalah sosok yang sangat faham betul akan apa yang ada di dalam hatiku. Tapi terkadang aku malu sendiri ketika seorang teman kerja atau rekan bisnis datang dan menyodorkan
Aku bukannya ga mencoba mencari…,bahkan teman-teman dikantorku juga sempat menjodohkan aku ke beberapa teman wanitanya, tapi masih belum ada yang cocok. Malah mereka semua bingung tipe wanita seperti apa yang aku inginkan. Sempat dekat dan akhirnya mengambang tanpa status. Mungkin belum waktunya saja pikir hatiku. Aku hanya lemas ketika mereka berbicara soal itu.
“Man.., makan dulu gie…., Bunda sudah siapkan nasinya di atas meja, kamu seharian belum makan apa-apa lho…”. Suara Ibuku mengagetkan aku dari lamunan yang panjang. Saat itu pukul 3 sore.
“Ya..Bund…, makasih…”. Dengan berat kupaksakan tubuhku bangun dan berjalan gontai menuju ke ruang dapur. Ibuku sudah menungguku disana. Di sudut tempat cucian piring itu mulutnya berguman pelan.
“Jangan siksa diri kamu seperti itu Man, kerja ya kerja tapi ingat makan dunk…”. Kata beliau dengan tangan penuh busa sabun.
“Ya Bunda..maaf.., habisnya Laporan itu harus selesai besok pagi…” Aku mengeluh kepadanya. Tanganku mengambil sendok dan dan menaburkan kua sup diatas nasiku.
“Oya… Bund…, liat tumpukan Map ga di bawah meja kerjaku”. Aku iseng bertanya kepada beliau. Suapan pertama sudah singgah di mulutku.
“Udah Bunda pindahin kedalam gudang, habis berantakan sekali kamarmu itu Man..”. Aku kaget dan buru-buru mencerna makanan yang ada dimulutku itu. Aku berlari menuju gudang meninggalkan nasi yang baru dua sendok aku telan. Suara ibuku yang sedikit melengking marah tak kuhiraukan. Ku buka pintu gudang dan kucari File itu didalam kardus bekas air minum mineral. Ku pilah dan kupilih akhirnya aku menemukan File yang terlepas itu. aku berteriak girang…..!!!.
Aku keluar dari gudang dengan ekspresi sumringah dan kembali kemeja makan, ibuku hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Ku lanjutkan menyantap nasi yang sudah digenangi kua sup itu sebari membuka Map warna merah Muda yang kini ada dihadapan ku.
Setelah menyeselaikan santapan itu aku bergegas meninggalkan dapur. Namun ketika aku berdiri dan ingin berjalan ke kamarku, tiba-tiba sebuah benda jatuh dari Map tersebut. Bentuknya seprti gulungan kertas menyerupai Jimat kekebalan tubuh berwarna putih. Perlahan ku buka gulungan kertas tersebut dan ternyata isinya adalah sebuah Memory Handphone.
Tak ada yang istimewa dari benda plastik itu. bentuknya kecil warnanya hitam dan bertuliskan 128Mb. Aku masih terlalu lelah untuk mengingat milik siapa Memory itu dan lagi pula aku masih punya banyak pekerjaan jadi kusimpan dulu Memory card itu kedalam saku celanaku. Kembali aku beranjak memasuki kamar dan menyelesaikan Laporan itu.
Pukul 22.37menit, aku masih di depan layar komputer itu. Jemariku mulai ngelatur menekan huruf yang terdapat di Kybord itu. Mataku merah berair tubuhku lemas. Masih tinggal beberapa data lagi yang belum falid, Aku istirahat sejenak. Seburan-semburan asap tembakau mulai mengenangi ruang kamarku. Kopi entah sudah berapa cangkir aku tenggak. Aku termagu lemas menatap layar komputerku. Pikiranku kosong,capek,lemas dan tak bertenaga. Lalu aku teringat sebuah benda yang ada di saku celanaku. Memory Hp kini ku genggam. Aku benar-benar tak ingat punya siapa ini.
25 Juni 2007
“Huns….!!, foto Zhy dunk….!!” Zhy berteriak memanggilku diatas sebuah Candi kecil Prambanan. Tangannya mengada kesamping seakan membiarkan angin menghampiri tubuhnya. Rambutnya,gerai-gerai bajunya terbang melayang bersama hembusan angin seolah dia menjadi elang yang sedang mengitari langit saat itu. Dia benar-benar cantik ketika melakukan itu. Aku tersenyum dan mengambil beberapa foto exspresinya. Lalu tanpa ragu dia kembali kebawah dan berlari kecil menghampiri sosok patung para Dewa yang tak ku kenal namanya. Mata genitnya memberikan aku sebuah kode ingin ku peluk dan ku cium. Aku menghampirinya dan mengambil beberapa pose dirinya bersama patung tersebut dengan Kamera Digital yang sengaja aku bawa.
Ku biarkan dia berlari-lari kesana–kemari menikmati pemandangan yang baru kali ini dia lihat. Aku hari itu seperti orang tua yang yang sengaja melepaskan anakya untuk bermain di taman bermain atau di tempat yang nyaman untuk anak bermain. Aku gembira sekali hari itu dan aku yakin dia pun begitu.
Hari ini adalah hari dimana untuk pertama kalinya aku dan Zhy menikmati liburan bersama dan hanya berdua saja. Sebenarnya liburan ini sudah kami rancang sedemikian rupa beberapa bulan yang lalu tapi karna alasan pekerjaan yang ga mungkin di tinggal akhirnya di hari ini kami bisa mensosialisasikannya. (halaa.. kayak Depsos aja).
Selama hampir 4 hari kami di
Perjalanan ini seperti Pra Honey Moun saja, dimana kami baru 3 bulan yang lalu baru mengadakan Repsepsi Pertunangan. Ya…, kami belum berani untuk yang lebih jauh lagi. Umur kami masih sangat muda, aku 24 dan Zhy 22. Lagi pula aku masih terikat kontrak kerja yang dimana Perusahaanku mengharuskan karyawannya dilarang menikah dalam waktu 2 tahun kedepan dari masa kontrak kerja. Jadi kami putuskan untuk Pertunangan saja agar hubungan ini tak menjadi sia-sia.
Aku menatap layar komputer dan tersenyum sendiri. Memory itu masih lekat di otak ku. Perasan rindu percampur aduk di dalam hati ku. Zhy…, wanita terindah yang pernah aku miliki. Air mataku jatuh seketika. Tangis bercampur haru menyerumput di relung hati ku saat ini. File yang kedua “Iam Hero”
08 September 2007
“Huns…!!, senyum dunk…!!!” suara Zhy memekik lantang dari bawah panggung sambil mengabadikan aku lewat sebuah kamera digitalnya. Aku tersenyum memandangnya di selah-selah himpitan alat musik drum dan riuh suara penonton yang berdiri menyaksikan kami beraksi. Aku suka musik dia pun penikmat musik. Hari itu aku bersama teman-teman mengikuti salah satu audisi ajang pencari bakat yang di adakan salah satu stasiun Tv swasta di
09 September 2007
Malam itu tak biasanya Zhy mengajak aku untuk Dinner di sebuah cafĂ© kecil di pinggiran kota, saat itu aku tak merasa curiga sama sekali, tapi anehnya banyak teman-temanku pada hadir disana, dengan alasan mereka sering ngumpul bareng disana. Dan selagi aku sibuk berbincang dengan teman-teman tersebut, tiba-tiba seluruh lampu didimatikan dan keadaan gelap gulita. Spontan mataku melirik seberkas cahaya dari dalam pintu kasir. Cahayanya bergerak kesana kemari tak tentu arah. Dengan senyumnya yang khas Zhy datang dari ruang kasir membawa cahaya yang berasal dari lilin sebuah kue ulang tahun. Aku tak bisa berkata-kata, semuanya diam dan keadaan hening seketika. Zhy dengan suara lembut bernyanyi seperti menina’bobokan aku. Aku hanya bisa tersenyum menandangi matanya yang cemerlang ketika terkena cahaya lilin tersebut.
“Happy birthday….to…huns.., happy birthday to huns…, happy birthday…, happy birthday…., happy..birthday…Honey…..” semua bertepuk tangan dan mereka bernyanyi bersama-sama mengulangi lirik lagi lagu tersebut. Aku ingin mengangis saat itu. Tapi ku tahan tak mungkin aku menangis di tengah-tengah rekan sejawatku.
Kejutan yang luar biasa, sebuah perayaan kecil yang dihadiri teman-teman dekat. Cuma Zhy yang bisa buat kejutan seperti itu. Aku berdoa didalam hati semoga Zhy bisa menjadi istriku kelak sebelum aku meniup lilin ulang tahun itu. Perayaan yang tak pernah terpikirkan bagiku sebelumnya.
Aku menarik nafas panjang dan ku pejamkan mata. Semua memory terindahku seakan mengucur deras dari imajinasiku. Mengungkit semua cerita indah masa lalu saat masih bersama Zhy dulu. Tangisku menjadi-jadi di depan layar komputerku. Haru…,sesak, rindu yang mencabik semua menusuk-nusuk kerongkongan hatiku. Aku tak kuasa lagi membuka tiap file –file perjalanan hidupku ini. “Mengapa ini harus terjadi….,mengapa memory ini harus ku temukan…!!!” Pekik batinku mengeluh.
Aku tenangkan diriku sejenak lalu ku lanjutkan lagi membuka file yang terakhir yang bertuliskan “Merah Muda Kita”
06 February 2007
Pukul 19.30 suasana di rumah Zhy sudah dipadati para teman, sanak keluarga, dan tetangga. Selepas sholat Is’ya bersama, para tamu berkumpul diruang keluarga. Ada Ibuku, Aku dan beberapa sanak keluargaku. Malam ini aku bahagia, sebuah proses panjang cinta kami dan berakhir dengan repsepsi pertunangan antara aku dan Zhy. Semua teman dan keluarga mensuport acara ini. Terutama ibuku yang begitu bahagia melihat aku mengenakan stelan jas laksana mempelai Pria. Acara tukar cincin yang begitu meriah. Kedua belah pihak sama-sama sepakat bahwa hubungan ini harus diresmikan secepatnya. Dengan perbincangan yang alot dan mendetal, tepat pukul 21.00 acara puncaknya dimulai. Kue Tart dibawa keluar bersama sepasang cincin yang indah ditengah-tengahnya bertuliskan nama kami berdua “Zhy dan Langit”. Zhy duduk disampingku. Tangannya merangkul tanganku seolah tak mau jauh dariku. Sebuah perasaan yang sulit untuk di uraikan dengan kata-kata. Cemas,takut,bahagia,dan sejuta rasa yang abstrak menghinggapi jiwa ini.
“Semakin tinggi pohon,semakin tinggi angin menerjang…” tiba-tiba Ayah Zhy melemparkan pepatah itu kepada kami berdua. Aku paham maksudnya. Dan Zhy pun mengagukkan kepalanya. Sebuah pepatah yang umum di dengar orang-orang, seperti sebuah simbol mengunci rumah pada malam hari agar tak kecolongan maling. Aku rasa itu maksud dari pepatah tersebut.
Kami berdua berdiri di muka umum dan memotong kue Tart sebagai simbol telah menyatuhnya ikatan pertunangan diantara kami berdua. Sebuah malam yang panjang mengiringi kebahagian kami.
Foto-demi foto aku buka dari hasil cepretan sepupuku Rhea semakin memperdalam rinduku kepada Zhy. Tangisku s’makin dalam, aku tersudut lemas di atas kursi kerjaku. Semua kenangan indah waktu bersama Zhy tak bisa ku bendung lagi. Aku benar-benar rindu saat-saat indah itu. Saat membelah hujan, saat malam menjemput, dan sejuta kenangan indah lainnya.
****
“Huns…papi ada rencana mau buka cabang di Kalimantan…,beliau bilang prospek disana lebih besar dari pulau yang lainnya…” tiba-tiba Zhy membuka pembicaraan itu ketika kami lagi dinner di sebuah Restoran Seafood di tengah
“Truss…” Aku berhenti sejenak menyantap kaki kepiting yang seakan pasrah untuk disedot sumsumnya. Aku memandangi wajah wanitaku dan ku temui ada kecemasan di
“Mas Hery udah sibuk ngurusin event organizernya jadi papi rekomendasikan aku untuk jadi Direktur keuangan disana…” matanya Zhy tak bisa terbaca oleh ku sebagaimana biasanya. Aku menaruh sendok dan membersihkan tanganku dengan air cucian yang sudah disediakan itu. Aku diam sejenak, mata Zhy mengawasiku seperti mata iblis yang meminta pertolongan kepada Tuhan.
Otakku berfikir keras, kali ini aku harus berfikir objektif dan demokratis agar tak melukai hatinya.
“Zhy sendiri gimana…?” aku melontarkan pertanyaan yang aku sendiri tak bisa menjawabnya.
“Ga’ tau huns…,Makanya…, papi nganjurin konsultasi dulu ma huns, biar sama-sama enak kata beliau”. Katanya pelan. (wew…,aku mendapatkan sosok mertua yang sangat demokratis pikirku seketika itu)
“untuk berapa lama Zhy…?” mataku mulai memelas.
“Ya..belum tau huns…., namanya juga baru merintis mungkin bisa bertahun-tahun…” kini ia semakin pesimis
“Trus pertunangan kita gimana…, ga mungkin
“Iya seh…, Tapi papi bilang huns bisa bergabung kok di perusahaan itu, itung-itung kita berdualah yang bangun perusahaan itu” ada sedikit titik cerah diwajahnya.
“Ga bisa seperti itu Zhy…, Batu Bara bukan bidangku…, lagi pula karier ku sedang menanjak disini. Jadi kayaknya huns ga bisa…”. Aku tau dia pasti kecewa mendengar itu. tapi aku harus katakan itu. maaf Zhy keluh ku dalam hati.
“Jadi gimana donk huns…, Zhy ga mau jauh dari huns…, Zhy sayang bangat ma Huns…, tapi kalo aku ga terima posisi itu, siapa lagi yang bisa papi percayai untuk urus perusahaan itu”. matanya mulai memerah. Aku mengelus kepalanya dan sedikit menenangkannya. Aku ga mau ada pertumpahan air mata disini.
“Ya udah gini ajah…, huns coba pikirkan dulu masalah ini…., dalam satu minggu kedepan huns kasih kabar…, Ok..!!”. Zhy mengaguk pelan menahan air matanya yang hampir pecah.
****
“Maafin huns ya..Zhy.., Huns benar-benar ga bisa ikut bergabung…” Aku memeluk tubuhnya sebelum dia berangkat menaiki burung besi itu. Bandara Sukarno Hatta siang itu begitu terik. Berapa kali jidatnya ku cium untuk ungkapkan aku sayang dia.
“Zhy juga maafin ya huns…., ini adalah sebuah pilihan yang berat untuk kita berdua…,tapi Zhy janji 3 bulan sekali akan pulang ke
*****
Selama satu tahun kami menjalani hubungan itu, semuanya baik-baik saja. Walau pun dia jauh disana. Tapi aku merasa dekat karna kecanggihan teknologi yang semakin mengila. Telpon,sms,MMs,3G,chat face to face dan email tak pernah putus. Namun lama kelamaan sifat Zhy semakin berubah. Aku merasakan perubahannya itu. Seolah sekarang dia telah bermetamorfosis menjadi wanita karier yang anggun dan egois. Dalam 3 bulan kedepan makin banyak pertengkaran diantara kami. Itu pun bentuknya ga jelas. Dan terakhir ku terima telpon darinya bahwa dia inginkan putus dari hubungan ini. Semua akses untuk menghubunginya terputus sudah. Berapa kali aku datang ke rumah calon mertuaku berharap bisa kembali mendapatkan akses itu dan hasilnya sama saja, seperti ada yang di tutup-tutupi dari keluarganya. Aku tak bisa berbuat banyak, hubungan ini kandaslah sudah.
Sekitar 2 bulan tak terdengar lagi kabar darinya, sore itu tiba-tiba datang sebuah surat berwana merah jingga dari Kalimantan, setelah ku buka ternyata isinya sebuah surat undangan pernikahan dan terselip sebuah cincin pertungan kami. Aku lemas membacanya. Tak ada kata maaf dan tak ada basa basi atau pun petunjuk yang ungkapkan perasaannya, mungkin dikiranya hubungan selama ini ibarat sebuah sampah yang tak berguna. Ya..namanya juga sampah,walau sudah di daur ulang sifat dasarnya masih tetap sampah dan sampah harus di buang atau di musnahkan. Untuk saat itu juga aku sulit untuk bisa memerima sosok wanita yang bisa menyakinkan aku bahwa cinta sejati itu ada.
Aku menutup kisah cintaku bersamanya dengan membakar semua foto-fotonya, hacur perasaanku saat itu. Rasanya ingin ku hapus setengah memory otakku, bila perlu ingin hilang ingatan saja, biar aku tak di bayang-bayangi oleh sosok bidadari berhati iblis itu. memory Hp ku yang telah terisi semua kenangan kami aku bungkus dan aku lempar ke dalam api dan ku tinggalkan dia saat terbakar hangus. Tapi rupanya ibukulah yang mengambil memory itu di dalam nyalanya api. Bungkusnya di ganti dan kembali ia letakan di dalam map Binder kerja ku. Aku tau dari sepupuku Rhea yang memberitakannya padaku. Tapi tak ku hiraukan karna aku ingin mengilangkan memory itu dari otakku.
Dan malam itu memory Hp itu kembali aku temukan setelah 5 tahun lamanya sengaja aku hilangkan. Aku tak bisa berkata apa-apa, semua telah terjadi. Menangis darah pun percuma, semua yang telah terjadi akan menjadi sebuah kisah masa lalu yang kelam dan pekat bagiku.
*****
Nada pengingat pesan “tak ada yang abadi” dari Paterpan melantun dari Hp ku. Sebuah Sms dari sekretaris Pak Andry menghujam jantungku.
“Pak Herman lagi dimana sekarang…?, Pak Andry dan
“Sialan bisa dipecat aku… udah dari rumah kesiangan, ne kena macet juga…” batinku mengguman.
Dengan segenap kemampuan yang aku miliki, ku pacu sepeda motorku dengan sekencang-kencangnya. “Aku tak boleh telat kali ini” hanya itu yang ada di otak ku saat itu. Meliuk liuk dijalan raya…, dikejar Pak polisi karna menerobos lampu merah tak aku acuhkan. Yang penting harus segera sampai kekantor atau tidak sama sekali. Rupanya Pak Polisi tidak tau yang sekarang dikejarnya adalah salah satu pembalap yang pernah turun di sirkuit Sentul dan terjatuh pada babak penyisihan. (Hehehe)
Aku telah berada di kantor sekarang, Irma sekretaris Pak Andry menungguku disana. Rapat sudah mulai 5 menit yang lalu. Ku ambil file laporan yang aku kerjakan semalam dan kulemparkan tas kerjaku ketangan Irma berharap dia bisa meletakannya dimeja kerjaku nanti. Aku masuk kedalam ruang rapat. Mata Pak Andry melotot keluar ketika melihatku masuk tanpa permisi.
“Maaf Bapak-Bapak Saya Terlambat…, Biasa Jakarta diwaktu pagi memang tak bisa di ajak kompromi….” Aku sedikit bercanda. Ternyata responnya positif. Bapak Pratama selaku Direktur Utama hanya tersenyum dan menpersilakan aku duduk. Mata Pak Andry masih setengah keluar seperti telor mata sapi yang terlegeletak diwajan ketika melirik ku. “Ku mutilasi juga kamu Man…” mungkin itu yang ada di pikirannya sekarang. “uweee” aku pun membalas menjulurkan lidah dalam hatiku kepadanya. “Belum tau dia, wong aku punya susuk pengasih dan penyayang”. Aku tertawa geli di dalam hati. Pak andry semakin Kesal.
“Baiklah…,Sebelum rapat kita mulai, ada baiknya saya perkenalkan dulu para pemilik Saham dari perusahan kita, ada Bapak. Sucokro dari PT. Telemicro,tbk. Bapak. Adi Sudjrajdat dari PT. Angkasa Telco,tbk. Ibu. Arhum Sekar dari PT. Seluler
Tapi bukan itu yang terpenting, ada sosok mata yang mengawasiku sejak dari tadi. Matanya seakan pernah ku kenal, aku tak berani menatap balik tatapannya, sebab di ruangan 4x6 meter ini semuanya orang berpengaruh atas perusahaan ini. Aku hanya menundukkan kepala dan sibuk sendiri memilah-milah File yang sudah aku susun semalaman suntuk itu. Entah mengapa aku jadi salah tingkah berada diruangan itu. Begini salah begitu salah. Pokoknya merasa tak nyaman dengan tatapan itu. “Aneh…,benar-aneh”gumanku membatin. Dan ketika Pak Pratama menyebutkan sosok sebuah nama yang tak asing bagiku, secara spontan aku menoleh kepada sang pemilik nama.
Rambutnya panjang bergelombang seperti ombak di pinggir pantai, hidung mancung berkulit putih mulus seperti gabungan antara peranakan Cina Arab. Matanya memancarkan ketegasan, disiplin, brani ambil resiko, pekerja keras, tidak bertele-lele dan berdediksi tinggi. Lentik jemari tangannya ketika memainkan sebuah pena kusimbolkan dengan antipasi terhadap semua orang. Hanya kata “Sempurna” lah yang bisa ku tarik garis lurus ketika memandang wajahnya.
Dia tersenyum melihatku seakan sudah sekian lama mengenalku. Aku tak bisa membaca pikiranya saat itu, dan tak bisa mengartikan maksud senyumnya itu. aku balas senyumnya dan kembali menundukkan kepala. Merasa ada sebuah paku yang tajam di tancapkan di kursi tempat dudukku ini. Keadaanya tak nyaman sekali. Seandainya ini bukan rapat penting mungkin sudah ku tinggalkan ruangan 4x6 meter ini dan berlari sekencang-kencangnya ke sebuah taman
“Am fallin in love……….!!!!!!!!”
Ya…,aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Rasa yang pernah hilang dan hadir kembali saat aku memandangnya.
“Pak Herman….,apa ada yang salah dengan tempat dudukmu…, sepertinya anda gelisah sekali pagi ini…..???” sebuah teguran dari Bapak Pratama yang membuat aku sedikit kaget, dan ternyata bukan hanya sekali beliau memanggil namaku tapi hampir 3 kali sewaktu aku berada di dunia alam hayalku.
Semua mata kini tertuju padaku, termasuk sang pemilik nama yang tak bisa aku tatap secara lama dan terpaku.
“Maaf pak…sepertinya tidak ada…., semuanya baik-baik saja” aku setengah tersenyum. Dan bisa di tebak semua orang yang hadir di ruang rapat itu ikut tersenyum kecil menyaksikan kekonyolanku, terutama Pak Andry yang merasa menang hari ini. “Mampus kamu Man” ketika aku membaca raut muka Pak Andry.
“Dialah Bapak. Langit Suherman, Manager Pemasaran terbaik kami, orangnya ya begini.., tapi prestasinya luar biasa…, salah satu kandidat terkuat untuk posisi wakil Direksi keuangan kami nanti” kata-kata dari Bapak Pratama tambah membuat aku terpuruk dihadapan yang punya nama. Tapi aku tau maksudnya beliau menyampaikan itu kemuka umum. Semua menggangguk-anggukan kepala, merasa yakin aku bisa mengemban posisi itu nanti. Padahal mereka tak tau saat ini ada sepasang mata malaikat mengusik jiwaku yang kropos.
“Tapi sayangnya dengan posisi yang dia duduki saat ini, Pak Suherman masih setia sendiri lho…,”. wew…., aku hanya tersenyum pahit mendengar lelucon itu. Semua kembali tertawa dan keadanya semakin menghangat. Mata itu semakin menjadi jadi saja. Seperti merasa puas akan informasi yang di sampaikan oleh Bapak Pratama.
“Yang sabar ya…Pak Herman…., nanti sepulang dari sini saya umumkan dikantor kami, mungkin saja ada yang berminat…..” Bapak. Adi Sudjrajdat dari PT. Angkasa Telco,tbk mengimpali. Semua kembali tertawa seakan lelucon itu patut untuk di tertawakan. Sang pemilik nama hanya bisa tersenyum melirik ku. Alisnya yang seperti semut beriring terangakt keatas ketika dia tersenyum seperti itu. “Dia benar-benar cantik” gumanku dalam hati.
Rasanya seperti didalam penjara saja menghabiskan 2 jam di ruangan ini. Nafasku naik turun tak stabil, perutku terasa mual, dan perasaanku bercampur aduk serperti gado-gado tapi anehnya hatiku damai sekali. Sekiranya aku bisa memutar waktu, aku ingin kembali sebelum rapat ini di mulai, ku ulangi lagi…lagi dan lagi.. sampai aku bosan memandangi sang pemilik nama itu. Tapi sayangnya aku tak bisa.., dan rapat pun berakhir…, semua tamu telah meninggalkan ruangan ini termasuk sang pemilik nama. Tinggalah aku sendiri di ruangan itu bersama File laporan yang aku kerjakan semalam. Semua berjalan lancar kecuali perasaanku yang tak menentu.
“Mengapa harus ada kata-kata berpisah disaat-saat yang indah….., mengapa harus ku buka memory itu semalam…, mengapa hari ini harus ku temui seseorang yang menyerupai dirinya yang telah menyakitiku…., mengapa ya Allah….!!!” Aku mengeluh didalm hati. Aku seperti daun yang kering dan rapuh saat itu, kata-kata mengapa berputar-putar dalam jaringan otak ku. Mataku berkaca-kaca masih tak bisa berfikir jernih atas jalan Tuhan yang tak bisa ku mengerti untuk saat ini.
“Pak Herman…!!!” suara irma menggetkan aku. Aku langsung menarik air mataku yang hampir jatuh, merasa sudah aman baru aku memberanikan diri menoleh kearahnya. “Ya…, ada apa Ir..” jawabku pelan.
“Anda baik-baik saja
“Bapak Pratama serta tamu-tamu yang lain menunggu anda di ruang loby…, Bapak Pratama bilang anda harus ikut dalam acara jamuan makan siang sebentar lagi dalam rangka keberhasilan perusahaan kita” Irma tersenyum senang.
“Ok, sebentar lagi saya turun ya…, Tx…” jawabku ramah.
Ooh..ya… ada memo untuk anda Pak..” Irma menyodorkan sebuah kertas kecil yang terlipat rapi.
“Dari Siapa Ir…” spontan aku bertanya. Irma hanya tersenyum dan berlalu meninggalkan aku terpaku bersama kertas kecil itu.
Instingku tak berjalan hari ini, selama ini yang hanya bisa mengirim memo kepadaku hanya Bapak Pratama. Aku mulai ragu, mungkinkan ini adalah suatu teguran bagi ku…???. Perlahan ku buka memo tersebut dan…
*Untuk mu yang Ambien => [-‘’_’’-]
Temui aku di Longe Pelangi 19.00 Pm
Akan ku ajarkan bagaimana duduk yang baik..!!
*Niqzhyee
Aku tersenyum setelah membacanya, ternyata….., jalan Tuhan memang tak bisa di tebak, aku bangkit dan kembali menatap langit di selah-selah jendela kaca kantorku. Sedikit berguman di dalam hati. “ Terima kasih Tuhan, Tapi mungkinkah dia adalah takdirku…???”
The_end
****
Untuk seseorang yang jauh di
*Niqzhyee
_LaNgit’JiNgga_
24pril09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar