Antarkan Pesan Cintaku Wahai Pena
Prolog
Bidadari yang tak bisa terbang
Mengapung diantara puing–puing
debu yang melayang
Beberapa kali kau torehkan luka dihati
Namun lukanya langsung mengering tanpa bekas,
Karna kepribadianmu yang menawan
Matamu memancarkan amarah,
Tapi wajahmu menyejuk kan jiwa
Aku………,
T
iba–tiba pena didalam genggaman Pattrick seakan terbata-bata mengikuti alur pergerakan tangannya. Inspirasi yang mengucur deras didalam otaknya seketika itu pula buyar tak tersisa, mungkin dikarnakan benda plastik yang menyerupai pipa kecil itu tak mau lagi mengeluarkan cairan hitam pekatnya. Pattrick pun tak mengerti mengapa ini harus terjadi ketika imajinasinya meluap-luap bak air yang mendidih harus kandas oleh sebuah pena. Dan seketika itu pula ZZZZZZ…….!!!!!!, cairan hitam kental didalam pipa kecil itu tak mau berkompromi lagi.
“Sialan tintanya habis, lagi” gumanya sedikit kesal.
Beberapa kali Pattrick mengayun-ayunkan benda berbungkus plastik keras itu ke-udara namun hasilnya tak memuaskannya. Akhirnya dengan insting seorang montir yang ahli ia putuskan untuk mencari gerangan apa penyebabnya. Pattrick buka tutup bagian atasnya dengan perlahan. Dan seketika itu pula matanya melotot seakan tak percaya, pipa kecil yang panjangnya tak seberapa itu dibungkus rapi oleh sebuah kertas yang melingkar menutupi separuh badannya.
Sempat ia berfikir itu hanya sebuah alat untuk mengganjal agar mata penanya tak goyah ketika menulis, namun ketika ia membuka perlahan-lahan kertas tersebut.
“Hai Adam, maaf kalau aku mengganggumu
dengan tulisan ku”
Siapakah gerangan dirimu yang selalu
mengusik hatiku ?
Apakah kau mempunyai nama, untuk aku
Jadikan sebuah simbol ?
Izinkan aku mengenalmu lebih dalam ?
Hawa
Kaget dan agak sedikit shock ketika Pattrick membacanya. Sejenak ia berfikir, siapakah orang aneh yang menulis surat didalam kertas ini. Perasaan Pattrick kacau balau di buatnya, Seperti ombak yang naik turun ketika tertepa angin begitu pula perasaannya saat ini. Ada sedikit kegetiran dihati Pattrick. Antara percaya dan tak percaya ketika dia selesai membaca surat itu. Hati kecilnya kini mulai menujukan reaksi yang tak biasa.
“Ini benar-benar gila “ bisik di dalam hatinya
Pattrick masih diposisi seperti tadi duduk diatas ranjang yang hanya beralaskan selembar busa yang kehilangan angin. Mata tajamnya masih tertuju pada secarik kertas itu. Beberapa kali otak Pattrick terus membacanya dalam didalam hati. Tiba-tiba “dush….”, dia baringkan dirinya dengan posisi terlentang. Mata Pattrick menatap langit-langit kamarnya yang tampak usang ditelan waktu. Sejenak ia lepaskan sedikit beban di didalam benaknya. Pattrick mencoba memejamkan mata dengan perlahan tapi erat. Angannya mulai melayang dan seketika itu pula otaknya langsung mereveiw kejadian empat hari2 yang lalu.
*******
Bagian Pertama
Langit begitu cerah dipagi ini, mentari pun seakan berantusias melakukan tugasnya menerangi seisi bumi. Sesekali terdengaar suara kicauan burung dari kejauhan menambah keceriaan dipagi ini. Saat itu Pattrick sudah berada di sebuah halte kecil dipersimpangan jalan. Pattrick duduk memperhatikan tingkah laku orang-orang disekitarnya. Ada yang duduk, ada juga yang berdiri sesekali melihat pergelangan tangannya. Dari jauh dia melihat pak polisi sedang sibuk melakukan tugasnya, sesekali meniupkan peluit yang berada dimulutnya. Ya, memang ini adalah hari senin, hari yang sedikit menyibukkan. Hari dimana orang-orang memulai kembali aktivitasnya seperti biasa. Ada yang sekolah, kuliah dan pastinya ada juga yang berkerja.
Pandangan Pattrick sesekali terusik oleh deru debu yang melayang tertiup angin dikala mobil melintas dihadapannya. Beberapa kali ia dengar kernet oplet seakan ber-yel-yel melantunkan nada sebuah jurusan yang mereka tuju. Ada yang naik ada juga yang turun dari oplet tersebut.
Pukul 7.15 wib ketika Pattrick melirik arloji di pergelangan tangannya. waktu hanya menyisahkan 15 menit lagi untuknya beranjak menuju tempat kerja. Ini sudah menjadi kebiasaannya mengulur waktu menuju ke-tempat kerja. Itu dikarnakan kebiasaannya yang sedikit aneh. Pattrick lebih suka berlama-lama duduk dihalte memperhatikan tingkah laku orang–orang dan keadaan disekitarnya. Dan lebih anehnya lagi dia memiliki kebiasaan menulis diatas oplet yang bergerak.
Tak terasa lima belas menit berlalu begitu saja dan, saatnya kini Pattrick menuju ketempat kerjanya. Dari jauh Pattrick melihat mobil yang begitu akrab dimatanya menuju kearah halte tempat dia bersandar, pelan namun pasti benda besi bermesin itu semakin mendekatinya. Pattrick berdiri dan mengangkat separuh tangan ku memberikan sinyal kepada sang sopir.
Hanya ada beberapa orang didalam oplet tersebut, Pattrick duduk dipojok belakang sebelah kiri posisi yang pas untuk menulis. Pattrick memandangi satu persatu wajah para penumpang yang sedang mengembara didalam pikirannya masing-masing. Hidungnya mencium aroma sayuran didalam keranjang sangat khas, bisa dia tebak wanita setengah baya yang tampak mengantuk itu pasti pemiliknya. Dengan pakaian yang sedikit kusam dan wajah yang letih, dia mencoba bersandar pada sebuah tiang jendela oplet tersebut untuk sekedar merilekskan tubuhnya.
“Dia pasti penjual sayuran dipasar” gumanya dalam hati
Seorang pemuda disampingnya seakan sedang asyik mengotak-atik key-pet dihanphone-nya. Tampaknya dia sedang menulis pesan singkat kepada rekan kerjanya atau mungkin pacarnya. Pattrick tak tau juga, tapi yang pasti disamping pemuda tersebut terdapat seorang wanita yang bekerja di sebuah Mall dikota ini. Pattrick tau dari pakaiannya, yang memiliki lambang Mall tersebut.
Matanya pun seolah terusik dengan tatapan tajam yang berasal dari seorang gadis yang mengenakan almamater sebuah universitas dikota ini. Wajahnya manis dan bersinar bak rembulan diwaktu malam, rambutnya hitamnya tergerai ketika tertiup angin bersama aroma parfum yang khas. Kulitnya putih dan mulus tanpa goresan sedikit pun benar-benar semakin menambah kesempurnaan akan dirinya.
“Bidadari di dalam oplet” pikirnya geli sendiri
Sesekali dia menatap dengan kedua bola matanya yang indah, namun langsung berpaling ketika Pattrick serang balik kearahnya. Kalau saja Pattrick tak memiliki sebuah peta, mungkin dia akan tersesaat dimatanya. Ini bukan yang pertama kali dia lakukan pada Pattrick, tapi setiap kali Pattrick berpaling kearahnya. Mungkin kedengarannya aneh, tapi itulah kenyataannya. Wajahnya sungguh tak asing bagi Pattrick, bagaimana tidak?, hampir setiap pagi Pattrick pasti melihatnya, ketika Pattrick menaiki sebuah oplet yang sama dengannya.
Deru mesin yang berasal dari oplet tua ini sungguh menggairahkan Pattrick untuk menulis. Barisan ruko-ruko yang panjang dan tertata rapi di tepi jalan semakin menjauh dari penglihataannya. Angan Pattrick langsung melesat secepat laju kendaraan roda empat yang ia tumpangi ini. Melewati rongga-rongga denyut nadinya, melalui celah-celah kecil menuju ke urat syaraf otaknya. Di dalam oplet ini Pattrick membayangkan sebuah kenyataan yang pahit, hidup jauh dari orang tua, mencari uang demi kehidupan yang lebih baik dikota kecil dipulau sumatra. Sesekali wajah ibu terbanyang diangannya, mungkin karena wanita setengah baya yang tampak mengantuk itu mengingatkan Pattrick dirinya.
“Aku rindu kau ibu” pekik relung hatinya.
Pattrick raih note book didalam tas kerjanya, anggannya masih tertuju pada wajah sang ibu. Beberapa kali ia rogohkan jemari kedalam tas kerjanya, untuk mencari sebuah pena, namun tak ia temukan dirinya disana. Dengan perasaan yang sedikit galau Pattrick kembali mengingat-ingat kapan terakhir kalinya memakainya. Akhirnya Pattrick tersadar bahwa semalam ia lupa memasukannya kembali kedalam tas kerja, ketika ia selesai menulis sebuah puisi tadi malam.
“Aduh…….,kok bisa lupa ya….” Gumannya pelan
Tiba-tiba tangan mungil dengan jemari-jemari yang lentik seperti sebuah komet melayang kearahnya. Pattrick sedikit tak percaya, jemari-jemari yang indah itu berasal dari seorang gadis yang mengenakan almamater itu. Didalam genggaman tangannya yang halus terselip sebuah benda plastik yang memang dia butuhkan sejak tadi. Pattrick pandangi wajahnya yang mungil itu dan, sebuah senyuman merekah dibibinya seolah memberikan isyarat pada Pattrick untuk segera menerima pena tersebut.
“Apakah kau membutuhkan ini” katanya pelan
Sejenak Pattrick terpaku, dari mana dia mengetahui bahwa Pattrick membutuhkan sebuah pena. Pattrick pandangi wajah gadis itu sejenak, sambil ia serang balik senyumannya.
“ya…, aku membutuhkannya” jawab Pattrick pelan
Pattrick raih pena tersebut dari jemari tangannya yang halus. Lama ia cermati pena itu, ada perasaan kikuk dibenaknya.
“Pak, Cakrawala ya,,,,,” kata gadis itu agak keras.
Oplet itu seketika berhenti secara perlahan-lahan. Jalan Cakrawala Yos Aminoto tertampang jelas didepan sebuah Universitas Negeri di kota ini. Pattrick bengong dan masih memegang sebuah pena darinya, ia tak tau apa yang harus dilakukannya lagi. Dia mulai salting di depan gadis itu.
“Aku duluan ya…..,” kata itu meluncur dari mulut sang gadis
Pattrick tersentak dan bertambah bingung.
“Eh ….., penamu bagaima neh…!!!!
“Udah kamu pakai aja”
“Trus kamu gimana…….”
“Gampang, aku masih ada kok”
“Makasih ya…”
Tanpa sebuah jawaban dari mulut sang gadis, dia pun langsung turun dan menghilang menjauhi oplet dan Pattrick yang semakin tak mengerti kejadian yang baru aku alami ini.
“Pet….., Ci-pet….!!, kamu dikamar ya..”
Sebuah suara membangunkan Pattrick dari lamunan. Pattrick tau betul suara siapa itu, suara yang begitu akrab ditelinganya.
“Ya bang, ada apa ?” dia mencoba menyahutnya dari dalam kamar.
“Ga, tes kuping aja” sahut suara itu lagi. Dan terdengar suara hentakan kaki yang semakin menjauhi kamarnya.
“Dasar Loe…….!!!!!!!” Teriak Pattrick dengan tertawa
Bang Adi itu namanya, teman satu kost’an Pattrick yang kamarnya tepat berada di samping kamar Pattrick. Dia memang sering seperti itu, nada suaranya selalu terdengar setiap sore menjelang magrib, hanya untuk menyakinkan saja apakah Pattrick ada dikamar atau tidak. Pattrick kembali teringat dengan gadis ber-almamater itu.
“Ohw......, rupanya dia”. Katanya sambil membayangkan wajah gadis tersebut.
Dia raih pena dari rak buku dan menuliskannya pada sebuah kertas kosong.
********
Bagian ke-Dua
Seminggu t’lah berlalu semenjak kejadian itu. Tapi anehnya Pattrick tak pernah lagi bertemu dengan gadis yang beralmamater itu. Disini disebuah halte kecil dipersimpangan jalan, Pattrick masih menunggu sebuah oplet menuju tempat kerjanya. Dan Pattrick selalu mengharapkan bertemu dengannya lagi untuk membalas pesan cinta darinya, yang tersembunyi didalam sebuah pena. Seperti hari-hari kemarin mata Pattrick masih saja menatap tajam setiap oplet yang melintas dihadapannya. Perasaannya mengatakan bakal yakin akan bertemu dengannya kali ini.
Beberapa kali mata Pattrick menatap benda kecil dipergelangan tangannya, waktu saat itu seakan tak mau berkompromi lagi. Setengah delapan teng, saatnya Pattrick pergi peninggalkan halte. Dengan perasan yang sedikit kecewa Pattrick menaiki sebuah oplet tua yang saat itu kebetulan berhenti dihadapannya. Pattrick duduk terjepit diantara para penumpang yang berdesakan. Otaknya benar-benar Heng saat itu, sehingga ia tak bisa berfikir lagi mengapa dia bisa menaiki sebuah oplet yang penuh sesak ini. Pattrick tak nyaman dengan keadaan ini, dan tiba-tiba saja oplet ini seakan keluar jalur berbelok ke arah kanan jalan menuju persimpangan lampu merah.
“Aneh……., perasaan tempat kerjaku ga pernah lewat sini ding”. Katanya didalam hati.
Lama ia cermati bangunan-bangunan ruko yang dilewati oplet ini, tapi tak satu hal pun yang menjadi petunjuk untuknya untuk mengenali tempat ini.
“Pak…., jalan Cakrawala udah lewat ya….,” katanya memecah kebisuan didalam oplet.
“Apa mas Cakrawala,………???? kata pak supir sebari berkonsentrasi kembali pada laju kendaraannya. Nampaknya sang supir kebinggungan menjawab pertanyaan itu.
“Oh..,cakrawala……, kamu salah naik jurusan mas……, oplet ini menuju ke Perumahan Anggrek”. Dengan logat jawa yang khas suara itu tiba-tiba keluar dari seorang penumpang yang duduk dipojok belakang. Seketika itu pula didalam oplet menjadi gaduh tak beraturan.
“Ga’ usah khawatir mas..,, didepan nanti ada persimpangan lampu merah lagi, tar mas nyambung aja lagi opletnya ya.., Kata pak supir sambil mengacung-acungkan jarinya kearah persimpangan jalan raya.
Malu, benar-benar malu Pattrick saat itu, tapi untunglah pak supir bisa membesarkan hatinya kembali.
“Nehhh….,tak setopin disini saja… ,mas taukan harus naik oplet warna apa…” kata pak supir mencoba menyindirnya.
“ya pak, saya tau, makasih ya……,ga bayarkan ongkosnya” kata Pattrick dengan P’d-nya
“Yoe……,wes…., orak opo-opo……”, katanya lagi dengan logat jawa yang khas dia tersenyum
“Rupanya Pak supir orang jawa juga, kayak penumpang yang tadi, tapi jangan –jangan semua penumpang di oplet tadi orang jawa semua” pikirnya geli sendiri.
“Hmemmm….sial gara-gara memikirkan gadis itu otak ku tak berfungsi dengan benar lagi” Kata Pattrick mencoba menarik nafas panjang dan menghembuskan kembali melalui hidung.
Tanpa sadar Pattrick merogohkan tangannya ke-saku celana. Lagi-lagi ia mengotori paru-parunya dengan asap sigaret yang dia hirup melalui mulut. Mata Pattrick masih tajam mengamati oplet yang berlalu lalang dihadapannya. Kali ini ia tak boleh salah lagi menaiki sebuah oplet sebab jam sudah menunjukan pukul delapan kurang lima belas. Pattrick sudah telat menuju ketempat kerjanya.
Mobil sedan warna merah silver meluncur kencang melewati dirinya yang berdiri ditepi jalan. Seketika itu mata Pattrick seakan menangkap banyangan seseorang didalam mobil itu. Gadis manis berambut panjang mengenakan almamater mengendarainya. Seketika itu pula perasaan Pattrick mengatkan bahwa itu adalah gadis yang selalu dia lihat didalam oplet yang sering ia naiki itu.
“Ah,,, pasti aku salah lihat……, walau pun benar apa salahnya” katanya sedikit berguman.
Beberapa menit kemudian oplet jurusannya mulai nampak terlihat, tak berapa lama lagi dia akan mendekati Pattrick. Satu…..dua…..,ti…., belum sempat Pattrick melambaikan separuh tangannya. Tiba-tiba mobil warna merah silver itu mundur mendekati tempat dia berdiri.
“Butuh tumpangan bang” kata seseorang didalam mobil itu.
“ga’ deh makasih” kata Pattrick spontan
Andai saja Pattrick tak mengamati sosok gadis didalam mobil itu, mungin dia tak kan mengenalinya.
“Eh…..,kamu gadis yang dioplet itu kan…, yang kemarin meminjamkan aku sebuah pena..” katanya mencoba meyakinkan lagi
“Masih ingat ya…..,” ujar gadis itu.
“ya…Iyalah …, beberapa hari ini aku terus mencari kamu untuk mengembalikan pena itu. Ini pena mu….., maksih ya….” Tangan Pattrick menjulur memasuki jendela mobil gadis itu, Pattrick kembali bersentuhan dengan tangan halusnya.
“Udah selesai ya nulisnya….” Ia memerima pena dari Pattrick
“Kok kamu tau seh aku sering menulis ” Tanya Pattrick penasaran
Dia hanya tersenyum tanpa sebuah jawaban dari mulutnya. Gigi-giginya yang putih dan tertata rapi terlihat begitu indah ketika dia tertawa kecil.
“Oh,,ya…,opletku dibelakang mobil kamu neh…,aku berangkat kerja dulu ya, soalnya udah telat neh…..” kata Pattrick terburu-buru
“ga’ butuh tumpangan neh….???,” suaranya mencoba menghentikan langkah Pattrick.
“ga’ usah lain kali aja ya….., sahut Pattrick agak keras sebari berlari kecil.
“Pertemuan yang sudah di atur Tuhan. Sengsara membawah nikmat memang ada hikmahnya juga. Kapan aku bisa bertemu dengannya lagi” Bisik dalam hati Pattrick.
********
Bagian ke-Tiga
Didalam kamar yang bernuansa etnic itu, Mata Gema tajam menatap ke layar computer dengan konsentrasi penuh. Gema tak peduli sudah beberapa jam ia menghabiskan waktu di kursi yang memiliki roda itu. Sesekali tangannya meraih secangkir kopi susu yang tak hangat lagi, lalu mengenggaknya dengan perlahan. Matanya tampak lelah tapi semangatnya membuat tangannya begitu lincah memainkan mouse dan menari diatas keyboard. Gema mencari sesuatu dialamat situs internet, sebuah nama yang baru ia dengar “Zarathustra”. Tak pelak nama itu pula yang memaksa ia menghiraukan jam yang telah berdentang dua belas kali. Malam yang penuh dengan pertualangan mungkin itu kata yang pas untuk dirinya.
Gema memang sudah mendapatkan petunjuk yang memadai, tapi dia masih percaya bahwa ada petunjuk lain yang masih tersembunyi di alamat situs itu. Dengan semangat yang membabi buta itu pula ia korbankan tugas mata kuliahnya yang harus diserahkan kepada Sang Dosen besok pagi. Kembali ia menenggak kopi susu dan melanjutkan aktifitasnya yang sebari dari jam delapan tadi ia mulai. Satu blok lagi dan saatnya melempar jemari ke nut Enter. “ble’tak..!!!!”.
“Ahaaaaaaaaa……., ini dia yang aku cari…!!!!!!
Matanya memancarkan kepuasan yang hanya ada pada saat malam pertama bagi sepasang pengantin. Tangannya menggepal secarik kertas yang berisikan beberapa baris kalimat. Dia hanya tau secarik kertas itu berasal dari lelaki oneh yang sering menulis diatas oplet, yang baru ia temui lagi tadi siang ketika ia ingin menuju ketempat kuliahnya. Gema baru sempat membaca sebuah pesan dari lelaki itu ketika selesai mandi tadi sore. Pesan yang memang ia harapkan dari seseorang yang ia dambakan. Sebuah pena darinya yang berisikan kata-kata yang menambah penasaran dihati gema.
Maafkan aku yang tak sengaja telah
mengusik hatimu wahai hawa……
Aku bukan siapa-siapa?,
Aku hanya seorang penatap langit yang
Selalu merindukan bayangan sang angin.
Zarathustra mungkin itulah simbolku.
Aku yakin Kau tak kan bisa mengenalku lebih dalam.
Aku takut kau akan terluka karna ke-egoisan hatiku.
Apakah pantas seorang penatap langit harus
menyakiti sang Bibadari Seperti dirimu?
Zarathustra
Kata-kata perkenalan yang begitu menyentuh tapi bukan itu yang menjadi masalah bagi gema. Kata akhirnya yang membuat gema merinding “Zarathustra”. “Siapa itu Zarathustra???. Aku baru pertama kali mendengar nama itu. Apakah dia seorang pencinta sejati, ataukah seorang Pangeran yang memiliki sebuah istana yang megah dizaman dongeng”. Seribu satu tanya didalam hati Gema.
Tapi sekarang dia tau siapa Zarathustra itu. Setelah mengahabiskan beberapa jam didepan layar computer tadi gema baru menyadari laki-laki aneh itu bukan pria biasa. “ aku benar-benar ga salah menilainya”. Bisik Gema pelan
…………………………………
…………………………………
…………………………………
Zarathutra adalah seorang Nabi bagi orang Persia (Iran) yang hidup dizaman Phytagoras. Zarathustra dikenal dengan sebutan Cahaya emas dari langit bagi para pengikutnya dan penyembah Ahura Madza (Tuhan Yang Bijak) yang maha Tunggal. Para pengikutnya disebut Zoroaster atau penyembah Api. Kitab suci agama ini adalah Avista yang memiliki beberapa bagian yang tak terpisahkan. Api mungkin itu symbol dari ajaranya, tapi bukan api dalam arti yang nyata. Tapi Api yang dibawanya adalah Api yang berkobar didalam jiwa setiap manusia, yang siap membakar kedengkian, kekotoran jiwa dan hal-hal yang bisa merusak pikiran manusia untuk berbuat kesesatan dimuka bumi.
Zarathustra lahir diperkirakan jatuh diantara tahun 628-551 SM, tempat kelahirannya pun menjadi kontroversi. Beberapa orang menyebut beliau orang Iran kuno; sedangkan yang lain menyatakan bahwa beliau asli orang Rhages, Rayy modern yaitu sebuah wilayah dipedalamam Teheran. Seorang cendikiawan iran menyatakan tempat kelahiran beliau menurut Avesta adalah Tepat ditepian Sungai Dareja di Airyana Vaeja. Zarathustra adalah keturunan pertama Indo-Iran. Ayahnya bernama Pourushaspa yang memiliki hubungan kekerabatan dangan keluraga Ksatria Spitama yang merupakan generasi ke-45 dari Gayomart, manusia pertama seperti halnya Adam. Ibunya bernama Dughdova berasal dari Marga Hvogva.
Zarathustra pernah disebut sebagai Nabi yang pertama kali memperkenalkan kebijaksanaan di ketimuran di Eropa dan disebutkan bahwa Zoroasterisme merupakan agama tertua diantara agama-agama yang telah diturunkan di Dunia. Sebagai Sang Nabi (Sang Penyelamat) atau lebih dikenal sebagai Sang Reformer,Pemberi Peringatan,utusan yang ditunjuk oleh Tuhan Yang Maha Agung dengan membawa misi suci akan membimbing manusia kejalan yang benar. Dia akan menganjurkan orang-orang untuk berbuat amal kebajikan, mencegah mereka dari menyakiti orang lain dan dari perbuatan Dosha serta mengajak mereka untuk meyembah Allah, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Sehubungan dengan ini Al-Qur’an pun menyatakan :
“Dan Kami telah bangkitkan dari antara manusia seorang utusan yang menyeru “Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut (Pelampau Batas)” Surah An-Nahl (16-17).
Berkaitan dengan pemikiran yang disebut diatas. Seorang penulis Barat Thomas Carlyle menulis:
“Hadiah paling berharga yang dapat langit berikan kepada Bumi adalah seorang laki-laki jenuis, sebagaimana kita memanggilnya; Ruh seorang laki-laki yang benar-benar di kirim dari langit beserta amanat Tuhan untuk menjadi suriteladan bagi kita manusia.
……………………………………………
……………………………………………,
“Benar-benar tak bisa ku percaya…!!!!!”, “Orang aneh yang sering menulis dioplet itu punya inspirasi yang begitu mengetarkan jiwa” Komentar Gema sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
Rasa kantuk dan lelahnya pun hilang seketika. Setelah selesai membaca huruf-huruf dilayar computer itu, jemari gema langsung menekan Ctrl+P, bermaksud untuk mem-Print data tersebut. Ini ga boleh disia-siakan, sebuah pengetahuan yang tak didapatnya dibangku kuliah. Gema baru kenal dengan orang aneh ini tapi sudah merasa mendapatkan sesuatu yang sangat berharga, apalagi sempat dekat dengannya. Bisik batin gema dalam hati.
Malam semakin larut, setelah menyelesaikan semuanya Gema memulai untuk beranjak tidur. Dia tak boleh telat pergi ke-kampus besok pagi. Didalam hati Gema masih bertanya-tanya tentang lelaki aneh itu. Matanya menerawang lepas ke langit-langit kamarnya. Gema membayangkan wajah lelaki aneh itu. “Tak ada yang istimewa dari dirinya, trusss ngapain aku mikirin dia, jangan –jangan aku jatuh cinta padanya”. Kata-kata itu terus berputar-putar didalam otak Gema hingga akhirnya dia pun tersungkur kedalam dunia abstrak dan terlelap kedalam mimpi.
*********
Bagian ke-Empat
Pagi yang cerah di hari minggu, setelah hujan yang mengguyur disubuh tadi matahari pun tampak malu-malu mengeluarkan sinarnya. Pattrick masih terbaring diatas ranjang yang busanya telah mengempis itu, dia tau udara pagi ini bisa membekukan tulang-belulangnya, jadi dia putuskan meringguh kembali didalam selimutnya. Ia tak peduli dengan cuciannya yang memumpuk dan dengan keadaan kamarnya yang sedikit berantakan, dia hanya ingin menikmati hari minggu dengan sedikit kemalasan. “ini hari minggu bung..,hari dimana kamu bisa menghabiskan waktu sesukamu…, jangan terlalu ikut aturan, aturan bisa mengikatmu. Mengekangmu dan membuatmu merasa mengikuti dagma”. “Dogma….!!!!, kata dari mana itu…… aarrh…Bo’do” katanya kembali menggeliatkan badannya diatas ranjang itu.
Suara memanggil yang berasal dari handphone-nya benar-benar mengacaukan tidurnya. Semakin lama semakin meninggi dan segera untuk minta diangkat.
“Hmmmmm….Siapa seh pagi-pagi udah nelpon” katanya sedikit kesal.
Pattrick meraih handphone-nya dan membaca dilayar ponsel tersebut, nama yang tak asing lagi dimatanya. Dia ingin memuntahkan seribu kata serapah pada orang yang menelpon itu. Tapi diurungkan niatnya karna orang diujung telpon tersebut sangat akrab dengannya.
“Ada apa ding ……, pagi-pagi bangunin ” nadanya sedikit berat
“Kamu kemana aja….., dari tadi tak ketok-ketokin pintu ga ada jawaban…?”
“Ya tidurlah…., kan masih pagi…!!!, ya udah tunggu sebentar….”. setelah mematikan handphone, kedua tangan pattrick mengucek-ngucek bola matanya. Dan berlalu meninggalkan ranjang kesayangannya menuju ke pintu depan. “Kreeekkkkk”. Suara pintu dibuka….,Bang adi tersenyum dengan membawa semangkok bubur kacang hijau yang memang kesukaan Pattrick.
“Gila kamu pet, udah jam sepuluh baru bangun tidur…, kamu ga ikut anak-anak joging ya ??”. kata Adi nyelonong kedalam ruangan itu sambil mencari tempat untuk menyantap bubur tersebut.
“ga’ ah… Capek…., lagian tadi kan habis hujan, emang abang ikut….??? Pattrick balik tanya. Matanya sekarang tertuju pada benda dimangkok itu.
“Ya…iyalah…,ini aja baru pulang…, kamu mau ga…”.???? Adi mengacungkan benda dimangkok itu.
“Ga’ ah…. abang aja kurang apalagi aku” sedikit penolakan tapi tetap mulutnya metetesakan air liur, apalagi saat adi mencoba menyantap bubur tersebut.
“He..he…he…he……, ini buat kamu kok pet, tadi aku udah makan didepan..” tangan Adi belum sempat menjulur kearah pattrick, tapi secepat kilat tangan patrick merampas benda dimangkok itu.
“Makasih ya…. Bang…….,” sedikit cengengesan pattrick melahap bubur tersebut. Tapi gerakannya terhenti ketika adi memohon sesuatu padanya.
“Tar siang temenin aku kondangan ya….., aku ga enak neh pergi sendiri”. Dengan ekspresi tanpa dosa.
“what…!!!!, ini……., kalo udah baik pasti ada maunya……,emang pacar abang kemana”.
“Itu dia masalahnya…, justru Nova jadi tuan rumahnya.
“Emang siapanya yang kawin…”
“Kakak Sepupunya Nova….,”Sambil menjelaskan panjang lebar. Adi tetap menyaksikan pattrick dengan lahap menyantap bubur tersebut sampai habis.
“ya udah…, tapi jam setengah satuan aja ya…., aku soalnya maw nyuci dulu neh.., liat tu cucianku buaaanyak banget….” Sambil membersihkan sisa bubur yang menempel dimulutnya tangan pattrick penujukkan kearah keranjang cucian yang segunung itu. Entah apakah dia bisa menyelesaikan cuciannya sampai jam dua belas nanti.
“OK deh…., thanks ya….” Ujar adi sebari undur pamit dari kamar Pattrick.
Cahaya mentari telah bersinar terang. Tangan Pattrick seakan lincah memeras pakaian dan langsung menjemurnya menghadap ke datangnya sang terik mentari. Setelah selesai mencuci,menjemur dan membereskan kamarnya, seluruh baban pattrick dibalut busa-busa yang berbentuk gelembung-gelembung kecil dengan air dari shower. Dia membersihkan dirinya dengan berulang-ulang dan setelah dirasakannya sudah bersih diraihnya handuk yang kaitannya melekat di belakng pintu Dia mencoba menghilangkan sisa-sisa air yang masih menempel diseluruh tubuhnya.
Jam satu kurang lima belas menit. Pattrick telah siap dengan celana jeans dan baju oblong berkerah. Stelan yang dianggapnya paling macho. Dari pintu depan adi sudah siap juga dengan helm dipinggang.
“Ayo Pet buruan udah jam makan siang neh…., kamu laper kan…” adi mencoba menyindirnya.
“Ya…, tunggu sebentar “. Botol farfum ditangannya, satu semprotan lagi kearah leher dan dengan sigap Pattrick meraih helm yang berada di atas rak sepatunya.
“We…we….we….., gila juga gaya kamu Pet, abang takut tar kamu lagi, yang dikira mempelai laki-lakinya” adi mencoba menggoda
“Tenang bang…, kita kan ga pake dasi kupu-kupu….?????”
“Ha….ha…..ha……” tawa mereka terdengar disepanjang jalan menuju parkiran motor.
Hari sudah menjelang sore namun tawa mereka masih bisa didengar di tengah keramaian para undangan. Mereka berdua memang sama gilanya…, tak peduli dimana tempat mereka selalu bercanda dan saling menyambung guyonan. Dan lebih menghebohkan lagi saat adi mencoba menjebak Pattrick untuk bernyanyi diatas penggung. Tak pelak Pattrick menjadi kebinggungan tapi, namanya juga sama gilanya jadi adi pun harus rela menemaminya berjoget diatas panggung.
“Edan kamu Pet” Adi cengegesan diatas panggung
“Abang yang gila….” Balas pattrick tertawa
“Eh…..,bukannya itu cowok misterius yang sering menulis diatas oplet” kata Gema dalam hati. Semakin Gema pandangi semakin gema yakin bahwa itu benar-benar orang oneh itu yang memiliki simbol Zarathustra itu. “Tapi bagaimana dia bisa ada disini..????. Tunggu dulu, cowok disampingnya itukan si Adi teman satu kampus aku. Oh… berarti dia pasti temannya si Adi…”. Ada perasaan puas dihati Gema setelah pengamatannya tadi. “ Pujuk di tiba ulam pun tiba….” Dengan perasaan yakin Gema menganggukkan kepalanya. Entah apa yang dipikirkannya, tangannya menggepal dan terus mengawasi setiap gerak gerik si Cowok misterius itu.
Malam menjelang Pattrick telah siap dengan selimut hangatnya. Setelah membereskan segala sesuatunya untuk besok pagi, Dia mulai memejamkan matanya. Benar-benar hari yang melelahkan dan saatnya untuk beristirahat untuk mengembalikan kesegarannya esok pagi.
Sepi, sunyi ditemani bunyi jangkrik yang berisik namun indah. Seluruh warga kost seakan terlena dengan alunan musik dari sang jangkrik yang menggema disetiap sudut kamar, tak terkecuali kamar Pattrick. Rembulan bersinar terang sedikit ditutupi bayangan sang awan yang begitu pas dijendela kamarnya. Untung saja Pattrick telah tertidur pulas, kalo tidak mungkin sang Rembulan akan tersipu-sipu malu akan keindahan puisi yang selalu dilantunkannya untuk dirinya. Malam yang tenang dan Damai….. melelapkan seluruh kota. Tinggallah sang rembulan sendiri ditemani bintang-bintang yang bertugas dimalam ini. Tak ada keluh kesah di hati sang rembulan, “ini memang sudah tugasku” kata sang Rembulan dangan tersenyum kepada seluruh Dunia yang terkena sinarnya malam itu.
*******
Bagian ke-Lima
Pukul dua belas siang beberapa mahasiswa berkumpul di kantin Pak Rahmat, bukan acara syukuran tapi, seseorang ada yang mencoba mentraktir. Ayu salah satu dari teman dekat Gema berulang tahun. Acara yang sederhana, antara teman-teman dekat. Ada Rudi, Eflin, Ebong. Yuni, Gema, dan beberapa teman lagi yang tak perlu disebutkan. Pak Rahmat tampak sibuk menyiapkan menu utamanya yang tak lain adalah Bakso Jowo ala Spanyol. Entah dari mana dia mendapatkan nama tersebut, tapi rasanya memang benar-benar Ruuarrr buasa….,
“Ting-ting…. ting- ting… !!!!!!!”, suara dari pantulan mangkok bakso yang dipukul oleh Rudi meredahkan suara yang hinggar-bingar dikantin Pak Rahmat, keadaan menjadi sunyi sejenak.
“Ok guys….., Tar malam temen kita Ayu ngadain party neh….,so’ semua yang hadir disini diundang dan diwajibkan harus datang ke Party’nya dia. Ga perlu pake kado segala, yang penting kalian yang ada disini hadir semua pada malam nanti itu sudah cukup, gimana setuju ga…” dengan yakin sekali Rudi mengacungkan mangkok baksonya keudara dan disambut riuh meriah… nada dari orang-orang disekitarnya.
“Iya neh temen-temen…, jangan ga dateng ya…., acaranya pasti tambah meriah kalo ada kalian semua disana. Ok..!!!” Ayu angkat bicara juga, matanya seakan memelas kepada orang-orang yang berada disekitarnya.
“Pasti non, tapi dimana tempatnya….???, Bimo dari sudut belakang mencoba bertanya. Sepertinya dia mendengar dan tertarik dengan pengumuman yang disampaikan Rudi tadi.
“Oh..ya.., bagi Temen-temen yang ada disini, ini adalah undangan resmi dari aku, jadi harus dateng ya…, tempatnya di Art 21 Kafe. Taukan…..???. Sepertinya Ayu ga perlu lagi menjelaskan secarah detail tempat itu. Sebab kafe tersebut tak jauh dari tempat kuliah mereka.
Adi yang kebetulan melintasi dikantin itu mencoba mencari tau apa yang terjadi. Matanya celingak-celinguk mengamati tempat itu. Semua orang berdiri dan memegang mangkok bakso membuat dia tambah penasaran.
“Pak Rahmat nyunatin anaknya ya….” Dia mencoba bertanya kepada Yono seorang asisten dosen. Dan membuat Yono sedikit tertawa lepas.
“Ha….ha….ha…..,Bukan Die…., tapi si Ayu yang lagi neraktirin anak-anak…, Rudi bilang seh…!!, Ayu lagi Ulang tahun gitu…” jawab yono sebari menyantap bakso ditangannya.
“Ah yang bener kamu yon…,Wah., Ayu emang kelewatan, masak ulang tahun ga nundang-undang…”. Kata adi sedikit berguman.
“Ma_Ne_Ke_Te_Hek……., “ jawab Yono ketus.
Adi mulai melangkah mendekati Ayu, namun belum sempai ia mengeluarkan maksud hatinya, tiba-tiba Gema dari belakang mengejutkanya.
“Darrrr…”…., tangan kanannya menyentuh bahu Adi, sedangkan tangan kirinya memegang mangkok Bakso yang panas.
“Bhushett…,kira’in siapa ……” Adi teperanjat dan benar-benar terkejut.
“Gila yang kondangan kemarin, pake acara joget pula tuch…”. Kata Gema sambil memberikan semangkok bakso kepada adi. Gema duduk dimeja yang telah dikelilingi teman-teman dekatnya, adi masih berdiri tak percaya.
“Dari mana kamu tau Non…, Emang kamu ada disana juga…”. Sambil duduk Adi mencoba bertanya balik ke Gema. Tanganya lincah memberikan saos dan kecap kedalam baksonya. Sepertinya dia tak menghiraukan lagi teman-teman Gema yang ada disana, memang seh dia kenal semuanya. Apalagi Ayu yang saat itu berulang tahun.
“Kebetulan aku dateng kesana sama nyokap…., kan rumah aku ga jauh dari rumahnya Nova….” Gema mencoba menjelaskan.
“Tapi…, kemarin kok ga kelihatan ya…., emang kamu dimana…seh..” tanya adi lagi. Satu suapan pertama. Masih ada yang kurang, dia menambahkan cabe’nya.
“He….he…he…., Gema ada kok…,tapi duduk dikursi belakang sengaja ga munculin muka, takut kamu ejek’in…” Gema menggaruk-garuk kepalanya yang ga’ gatal.
“Oh…pantes ga’ kelihatan…”, Oo…ya…, aku belum kasih slamet neh sama Ayu.., Selamat Ulang tahun ya.. Yu…., moga panjang umur dan tambah maniz.. aja…., Baksonya aku tambah semangkok lagi ya…., puji Adi yang mengandung arti.
Makasih ya…Die…., tambah aja…, tapi awas kalo ga’ dateng tar malam…, tak jitak’in gondulmu”. Kata Ayu bercanda.
“Pasti kok Say…, tapi dimana…????”. Belum sempat Ayu menjelaskan tapi si Eflin sudah mendahuluinya.
“Di kafenya mas Riri….,taukan” Eflin mengerak-gerakan alis matanya. Kode alam, Adi sudah mengerti dan ga’ mau bertanya lagi. Mas Riri adalah pemilik Kafe sekaligus pacarnya Eflin.
“Eh… Die.., cowok yang kemarin nyanyi bareng kamu dipanggung itu siapa seh…” Gema mencoba menggali informasi.
“Oh… Ci Pet…, teman satu kost’an aku, ngapa kamu naksir Non” Adi mencoba menggoda Gema.
“Gimana ya….., ga’ juga sech…,” Muka Gema langsung memerah karna malu.
“Hayo…., Pasti ada apa-apanya neh…..,kenapa non, kamu kenal ya ma Ci Pet…” kembali adi menggoda. Muka Gema s’makin memerah.
“Kamu apa-apaan sech…., kenal aja ga’…..”, siapa tadi namanya… Ci Pet…”. Ulang Gema penasaran.
“Namanya tuh.., Pattrick. aku aja yang manggilnya Ci Pet.” aku ada kok nomor Hpnya kalo kamu mau”. Tangannya meraba mencoba mencari handphone dicelana jeansnya.
“Ga usah ah…, tar pacarnya marah lagi, aku gangguin….”. Gema mau tapi malu. Ya biasalah menolak didepan teman-temannya.
“Setau aku sih…, Pattrick ga punya pacar. Dia orangnya sedikit aneh…,tapi asyik kalo diajak ngobrol.” Ujar Adi yang sudah menghabiskan dua mangkok bakso. Matanya liar mencari air minum.
“Iya sech…Aku tau…” Gema keceplosan.
“Ohok…ohok….!!!!!!!, Adi tersendak hebat mendengar pengakuan Gema . “kok kamu tau sech” tanya Adi penasaran.
“Eh…. Maksudnya…., dari penampilannya gitu ding….’ Kali ini wajah gema benar-benar bertambah merah. Buru-buru dia mengambil air minum dan menenggaknya bermaksud meredahkan isi hatinya. Entah apa yang terjadi, didalam hati Gema seperti ada yang aneh saat membicarakan Pattrick.
“Ya udah….tar tak salam’in dengan Pattrick ya non…., thanks ya.. Yu atas traktirannya. Sorry neh kayaknya Nova udah keluar jadi aku duluan ya..”. Setelah pamit, adi langsung berdiri dan berjalan menemui sang pacar. Namun langkahnya terhenti ketika suara Gema memanggilnya dari belakang.
“Die….,tunggu….!!!, aku titip Pena ini ya ke teman kamu yang kemarin.” Tanpa basa-basi Gema langsung memberikan pena tersebut kepada Adi.
“Pena…., buat Pattrick…., emang…” belum sempat Adi melanjutkan kata-katanya, Gema langsung memotongnya.
“Udah jangan Bawel…, yang penting kamu kasihkan aja pena ini kedia…, dia pasti tau kok. Ok sayank…!!”. Adi semakin tak mengerti, tapi dia tak ambil pusing. Di terimanya pena dari Gema dan melanjutkan langkahnya menuju sang kekasih yang sudah menunggu diparkiran mobil.
Gema benar-benar puas akan informasi yang didapatnya tadi. Saat ini, Gema hanya bisa membayangkan betapa terkejutnya cowok misterius itu, ketika mendapat pesan darinya lagi.
*******
Bagian ke-Enam
Jam setengah tujuh malam, seperti biasa suara Adi terdengar memanggil Pattrick dari dalam kamarnya, tapi sepertinya Pattrick tak menyahut panggilannya. Akhirnya Adi menutuskan menyeret kakinya ke-kamar Pattrick
“Tokk….tookk…toookkk…!!!!!, Pet….,Ci...Pet….!!!!” Adi mencoba mengetuk pintu kamarnya.
“Kemana neh anak…,kamarnya ga digembok…., ahhh… jangan-jangan dia tidur lagi…, “ kembali Adi mengetok sampai terdengar suara dari kamar itu.
“Ya…. Tunggu sebentar….” Dengan suara berat Patrtick menuju kepintu depan.
“Kamu tu ya... kebiasaan, magrib-magrib bukannya Sholat tapi tidur, ga’ baek ding…, jauh dari rezeki” kata Adi mencoba menasehati.
“Aku kecape’an bang, hari ini benar-benar melelahkan….” Jawab Pattrick sambil memegang kepalanya yang sedikit pusing.
“Kamu mau ikut ga’.., ke Party-nya temenku malam ini” ajak adi.
“Ga’ ah…, capek banget bang…”
“ya…. kamu…, tapi disana banyak makanan dan cewe’-cewenya loh…”. Kata Adi menggoda. Sepertinya ada yang aneh pada diri Pattrick malam ini, biasanya kalo udah denger makanan pasti tak menghiraukan badannya yang lemas, tapi malam ini beda. Sepertinya tenaganya benar-benar terkuras habis tadi siang.
“Lain kali aja ya bang…, Aku capek banget neh, pengen istirahat aja…,” Pattrick mencoba memelas.
“Ya udah jangan nyesel ya…., oh..ya…, neh ada titipan dari teman aku, katanya seh kamu udah tau..” Adi menyerahkan sebuah pena dari tangannya.
“Apa neh bang…, pena….??, siapa yang kasih bang” Pattrick kebinggungan.
“Gema…, teman kuliah aku, kemarin dia rupanya ngelihat kamu jalan ama aku waktu ketempatnya Nova, Ya…, katanya kamu pasti udah tau, jadi aku ga’ sempat tanya secara detail ke Dia.”
Pattrick bengong, otaknya berputar-putar mencari sesuatu untuk di ingat. “ Pena…..”. otaknya mulai mereviuw benda mati yang ada di tangannya itu.
“Jangan-jangan….., Dia teman ……k a m u…” dengan terbata-bata Pattrick berguman. Tangannya gemetar, matanya menatap kosong. Ingatannya langsung tertuju kepada gadis beralmamater yang sering dijumpainya di dalam oplet.
“Kamu kenapa Pet…”. Suara Adi membangunkan dia dari alam hayalnya.
“Gak…,ga’ pa-pa bang…..” Pattrick kembali bengong.
“Ya udah.., aku mau mandi dulu. Tar lagi mo jemput Nova…, kamu yakin ga’ mau ikut. Cewek yang memberikan pena itu ada disana juga loh…” kata Adi sambil berjalan menuju keluar kamar meninggalkan Pattrick yang masih berdiri mengamati pena tersebut.
“ Errroorr neh anak”. Sambung adi lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah menutup pintu kamarnya, Pattrick duduk diatas kasur kesayangannya. Matanya masih tajam menatapi pena tersebut. Badannya yang terasa capek kini tak terasa lagi, kondisi badannya seolah fit kembali. Tak sabar ia ingin membuka pena tersebut. Tapi tenang dulu…, dihirupnya napas dalam-dalam lalu dihembuskannya kembali melalui mulut, diulanginya sampai tiga kali, baru ia buka pena tersebut dengan perlahan.
Wahai sang Nabi,……
Mungkin aku tak bisa mengenalmu lebih dalam,tapi
izinkanlah aku menjadi bayangan sang angin
yang slalu menyejukan hatimu dikala duka.
Sang angin memang tak bisa menyelami samudra
yang dalam, tapi sang angin bisa membuat
badai diatas samudra.
Jadi Sang angin tak perlu merasa terluka
ketika harus bersentuhan dengan Sang langit
Hawa
Gemetar seluruh tubuh Pattrick ketika membaca pesan itu. Benar-benar ga’ bisa dipercaya, pesan yang dikirimnya kemarin sangat bertolak belakang dengan apa yang diinginkannya.
“Bidadari yang Errroorr…!!!!. Gumannya dalam hati.
Didalam hatinya kini masih tak percaya atas jawaban dari sang gadis tersebut.
“Apa yang dia inginkan dari ku, ini bukan dongeng say…, antara si miskin dengan si”kaya… ini nyata…,ini reall..!!!, ini abad 21 sayangku, aku tak kan pantas menjadi pacarmu apalagi menjadi pendamping dalam hidupmu. Jangan mimpi sayangku…” Pekik didalm relung hatinya kini.
Pattrick adalah sosok lelaki yang tak percaya diri. Dia merasa dirinya tak berarti didunia ini, bahkan dia menganggap orang-orang disekitarnya tak pernah menyadari bahwa dia ada. Dia selalu memutupi dirinya sendiri dengan iming-iming tak punya masa depan yang cerah, secerah Adi. Dia malu kalo harus berdekatan dengan wanita. Dimatanya sosok wanita itu hanya menginginkan materi yang dia pun tak bisa berikan itu. Entah sudah beberapakali Adi selalu berbicara tentang itu. “Kamu hanya menutupi dirimu sendiri dari kenyataan hidupmu, kamu laki-laki pet…, masa depanmu masih panjang.., jadi dibawa nyantai aja…, jangan terlalu serius bro.” Pattrick ingat kata itu ketika berbicara panjang lebar dangan Adi.
“Arrraaahhhhh….,” ribuan tanya bermunjulan diotak Pattrick membuat bertambah pusing. “Kali ini aku benar-benar di buat pusing oleh sosok tulang rusukku sendiri.” Aaarrrhhhhh……,teriak Pattrick sedikit keras dan menghempaskan badannya keranjang itu, dia mencoba memejamkan matanya dan tak tau lagi apa yang terjadi…….
*******
Bagian Ke-Tujuh
Sementara didalam Art 21 kafe, suasana begitu meriah orang-orang begitu berantusias bejoget mengikuti irama musik yang dimainkan oleh sang Dj. Walau pun acara resminya belum dimulai tapi semangat mereka begitu berkobar, maklum anak muda ga bisa denger musik yang agak berdendum sedikit, kaki-kakinya seolah gatal menuju kelantai dansa.
Mata Gema tajam mengawasi setiap orang yang baru datang ke pesta itu. Seolah mencari sasaran untuk disantap, Gema berjalan dari dalam gedung menuju kehalaman parkir yang letaknya disamping gedung tersebut. Gema mencari Adi, hatinya berdebar begitu hebat, hayalannya dikamar mandi tadi seoalah memunjak disini. Kata sapa apa yang harus dilontarkannya ketika bertemu dengan cowok misterius itu. Dia bertambah grogi. Semakin lama hatinya semakin berdebar hebat. Gema seperti srtika yang sedang dipakai, mundar-mandir tak tentu arah menyelusuri halaman parkir itu. Dan yang ditunggu-tunggu telah datang. Adi yang kebetulan memakai mobil Nova mengelakson Gema yang lagi termenung. Gema terkejut dan dia tau bahwa dimobil itu ada Adi yang mudah-mudahan membawa sang cowok misterius itu yang telah dinantinya sejak tadi.
“Ngapain kamu disini Ma…,jadi panitia penyambut tamu ya…” ledek Adi dengan menggandeng Nova.
“Ga ding…., suntuk aja didalam…” matanya celingak-celinguk mengarah kedalam mobil.
“Kamu cari siapa…., ga’ ada orang lagi didalam mobil, kita cuma berdua kok kesini” suara adi mengagetkan Gema.
“Temen kamu yang kemarin itu ga’ ikut ya….” Kata Gema ragu.
“Oh……., aku tau sekarang……, rupanya kamu disini nunggu dia ya…., Aku emang udah curiga sebelumnya. Pasti ada apa-apanya kamu dengan ci Pet…” adi membuat Gema salah tingkah.
“Ci Pet ga bisa ikut, tadi aku udah coba bujuk dia untuk dateng kesini, tapi kayaknya dia ga’ bisa…,dia bilang sech badannya cepak gitu…..,” sambung Adi lagi
“Ya udah kita kedalam yuk….” Dengan Posisi ditengah Gema menggandeng tangan kedua sahabatnya. Adi dan sang pacar pun jadi heran dibuatnya.
“Percuma aku dateng kepesta ini…, sudah dandan secantik ini eh… dia-nya malah ga’ dateng. Apa jangan-jangan dia sakit ya….” Selama berjalan dari parkiran menuju kedalam ruangan kafe itu, Gema terus menyesali arti hadirnya dia di pesta ini. Seperti pasukan yang sedang kalah berperang, Gema seolah kehilangan semangatnya malam ini. Sejak acara dimulai tadi dia hanya duduk di kursi pojok bagian belakang Matanya sendu menatap kosong sambil memutar-mutar gelas mini yang berisi air yang sedikit beralkohol itu. Tak pelak dia terkejut ketika Eflin datang dari arah belakang mengejutkannya.
“Kamu ngapain Non, manyun aja dari tadi, ada masalah ya……” Eflin mencoba bertanya.
“Ga ada ding…., ga, tau aku ngerasa ga’ enak badan gitu…” jawabnya simpel.
“Ya udah kamu pulang aja, tar sakit pulak….” Eflin menijat-mijat kedua bahunya.
“Tar lagi lah non…, belum dijemput…, tadi abang aku yang nganter aku kesini..”
“Emang kamu udah telpon”…
“Udah katanya sech setengah sepuluh gitu….”
“Ya udah sebentar lagi kok” Eflin menatap petunjuk waktu yang ada di pergelangan tangannya.
“Atau kalo kamu udah ga’ tahan.., aku bisa anter kamu balik, gimana…??” sambung Eflin lagi.
“Ga usah…., aku tunggu abangku aja….,”
“Yo Wes……,” Elin pasrah
Dari pojok depan sosok bang Riri melambaikan tangannya kearah mereka berdua “Aku kesana dulu ya…, ga pa-pa kan aku tinggalin kamu disini…” kata Eflin sebari membalas lambaian sang kekasih.
“Ga pa-pa kok say…, udah kamu kesana aja…, aku ga apa-apa kok..”
“Ya udah tapi, kalo kamu mo pulang tar kasih tau aku ya say….,”
“Iya…iya…. Cerewet amat seh…”
Eflin berjalan menemui sang pacar meninggalkan Gema yang lagi-lagi meratapi penyesalannya dimalam ini. Gema benar-benar iri kepada teman-temannya yang telah memiliki pasangan masing-masing. “ Kalo saja cowok itu datang dimalam ini, mungkin malam ini akan menjadi sempurna bagiku” Batin Gema mengeluh.
Gema Ayu Maharani, adalah gadis manis terlahir dari campuran Indo-Austria. Yang lahir dipulau Para Dewa, 23 tahun yang lalu. Dia benar-benar sempurna. Didukung postur tubuhnya yang tinggi semampai, dengan kedua kaki jenjang yang indah. Rambut hitam tergurai, kulit kuning langsat bak putri kraton, bola matanya biru bercampur coklat ditengah-tengah membuat para lelaki rela merangkak demi mendapatkannya. Tapi bukan itu yang diharapkannya. Mungkin selama ini Gema selalu dicintai dan dipuja-puja oleh para laki-laki yang dia sendiri ga’ pernah tau rasa mencintai itu seperti apa. Hubungannya selama ini dengan para mantan-mantan pacarnya itu hanya seumur jagung. Putus ya.. cari lagi, sehingga Gema merasa bosan. Bagi Gema laki-laki itu hanya menginginkan dirinya bukan hatinya. Kali ini dia ingin mencintai bukan dicintai. Dia ingin merasakan bagaimana rasanya mencintai seseorang.
Tapi setelah selalu bertemu dengan cowok misterius yang sering dijumpainya didalam oplet itu, Gema baru sadar didalam hatinya ada sesuatu yang aneh. “ Apakah ini rasanya mencintai seseorang, batin tertekan, setiap malam selalu diteror olah bayangan akan dirinya…, Aaaarrrrrhhh Cinta memang membinggungkan” Kata didalam hatinya.
“Ngapain juga aku mikirin cowok itu…!!!!!, dia sendiri belum tentu mikirain aku, tapi ga ding… aku yakin setelah menerima pesan dari aku tadi dia pasti kepikiran juga…, ta..pi…, kalo emang dia mikirin aku kenapa dia ga’ dateng malam ini…., aaaarrrhhhhh…, aku benci…..,” batin Gema berontak, kepala Gema mulai pusing akibat air yang mengandung alkohol itu.
Suara hingar-bingar yang berasal dari dentuman musik yang keluar dari sound sistem itu membuat acara bertambah meriah. Adi yang saat itu sedang dilantai dansa bersama Nova, melihat sosok Gema yang tak biasanya. Adi meminta izin kepada sang pacar untuk kekamar kecil sejanak. Sebelum memasuki kamar kecil Adi bertemu dengan Eflin dan menanyakan keadaan Gema yang tampak murung di kursi pojok belakang
“Flin kok tumben ratu pesta kita kayak ayam sakit malam ini” tangannya menujuk ke arah Gema
“Tau Dhie…, katanya sech ga’ enak badan gitu” Mereka berdua tertuju pada Gema sekarang.
“Ya..udah aku ke kamar kecil dulu ya…” Adi berjalan menuju ke kamar kecil sambil mengeluarkan handphone-nya.
Pattrick terjaga dari dunia abstrknya, ketika suara memaki yang berasal dari handphone-nya seakan untuk segera minta diangkat. Sebuah sms yang berasal dari Adi membuatnya kalang kabut.
“Pet, kamu mesti kesini sekarang…!!!, Gema, cewe’ yang ngasih pena ke kamu tadi kayaknya mengharapkan kamu ada disini. Sekarang dia tampak murung banget…, Abang sumpah bener-bener kamu harus ada disini sakarang.”
“Ah yang bener bang…?” Jawab Pattrick
“Udah kamu ga usah banyak tanya, pokoknya kamu kesini sekarang…!!!!,
“Iya…,tapi tempatnya dimana, trus aku pake apa kesanannya??
“Di Art 21 kafe, Jalan Cakrawala Yos Aninoto nomer 32.., tadi aku udah telpon Puput, kamu boleh pake motornya, kebetulan dia ga kemana-nama malam ini. Ok… Abang tunggu kamu disini sekarang..!!!!” ( Putra wijaya teman kost’an mereka berdua )
Pattrick langsung menghubungi Adi tapi jawaban dari ponselnya, dijawab oleh seorang oprator. Tanpa pikir panjang Pattrick langsung mengenakan baju dan tancap gas menuju kafe tersebut. Dia lupa bahwa dia sendiri belum mandi, tapi itu tak penting. Selama diperjalanan menuju kesana, pikiran Pattrick beragam. Seribu asah menumpuk didalam otaknya.
Jalan Cakrawala Yos Aminoto, Pattrick ingat betul nama jalan itu. Pertama kali dia menerima pesan cintanya melalui sebuah pena tepat dijalan itu. Tapi sebelum Pattrick sampai di jalan tersebut, sebuah pemandangan aneh yang membuatnya bertambah panik. Sederetan kendaraan roda empat dan roda dua tampak antri seakan mengahalangi jalannya menuju kekafe itu. Mobil Ambulance dengan lampunya yang berkelap-kelip dan beberapa pak polisi sibuk mengatur jalan itu.
“Ada apaan seh pak didepan” Pattick mencoba bertanya kesesama pengendara roda dua.
“Ga’ tau juga mas, mungkin ada kecelakaan” Jawab orang tersebut polos
“Gawat…,” pekik hati Pattrick
Keadaan dijalan itu padat merayap, kendaraan Pattrick dan kendaraan yang lain pun bergerak dengan perlahan. Kecelakaan yang Pattrick lihat malam ini benar-benar parah, dilihat dari kondisi kendaraan keduanya sama-sama Ringsek berat. Pattrick tak ambil pusing untuk menanyakan kronologis bagaimana bisa terjadi kecelakaan itu. Dia hanya mendengar desas-desus yang tak begitu jelas ditelinganya.
Tapi tiba-tiba Pattrick teringat akan sebuah jalan tikus didepan matanya, ada sebuah gang kecil yang bisa dia manfaatkan untuk bisa sampai kekafe itu. Jalan tikus yang biasa ia gunakan bersama Adi ketika harus menghindari razia polisi rupanya ada gunanya juga. Ketika melihat pertigaan Pattrick langsung berbelok kearah kanan jalan. Melewati jalan setapak dan lorong-lorong yang sempit dan gelap tak membuat ia gentar. Tak ada ketakutan dimata Paattrick saat itu. Pikirannya hanya tertuju pada gadis itu dan bagaimana ia harus sampai kekafe itu dengan segera.
Dua puluh menit berlalu, pas ketika seratus meter lagi menembus jalan utama, sebuah tenda mengahalangi jalan Pattrick kembali. Tampak segerombolan anak-anak muda mengenakan peci seakan memblokir jalan tersebut. Pattrick segera membaca sesuatu di depan jalan tersebut. “Maaf Jalan anda tergangu ada keramaian”.
“Bangsat…” teriak Pattrick kesal.
Sebuah acara kematian menghadanganya kembali. Dengan terpaksa Pattrick halus memutar menuju jalan pertama yang ia lalui tadi.
Adi tampak gusar, sudah setengah jam berlalu, tapi Pattrick belum muncul juga. Beberapa kali dia mencoba menghubungi handphone-nya namun tak diangat. Dia kembali kelantai dansa untuk menemui nova kembali. “Kemana neh anak.., ayo Pet…,buruan aku mo kasih kejutan neh sama Gema”
“Halo…, Ya bang…, dimana…, oke…, tunggu ya…,”
“Flin…, aku cabut dulu ya…!!!,” Teriak Gema ditengah dentuman musik.
“Oke…, ati-ati ya Non…” sebuah ciuman kiri dan kanan mengakhiri perpisahan mereka. “ Aku anter keluar ya..,” ucap Elin lagi
Adi terhanyut kedalam pelukan nova sambil diringi alunan musik house yang mereka nikmati.
Pattrick tiba dikafe, dan langsung memarkirkan kendaraannya. Matanya celingak-celinguk mencari sosok adi didalam gedung itu, sebuah inisiatif diotaknya. Tangannya meraba-raba mencari ponsel genggamnya. Tapi sial, saking terburu-burunya dia tadi, sampai terlupakan benda mungil itu. “Sial…”
“Bang kenal sama Adi Nugroho ga’…??? Tanya Pattrick pada seorang yang duduk dikursi bartender.
“Oh…, Adi…, tuch di lantai dansa…” tunjuk pemuda tersebut.
“Makasih ya bang….” Pattrick langsung berlari kecil menghampiri Adi.
Sebuah mobil sedan warna merah silver meluncur menjauhi kafe tersebut.
“Kamu kenapa Ma…??, makanya kalo minum jangan kebanyakan” kata Rico nasehat Gema.
“Iya neh bang, kepala Gema pusing banget neh…” jawab Gema kapada sang kakak.
Mata Adi mencari sosok Gema yang tak tampak lagi dibangku belakang bersama Pattrick disampingnya. Kini dia harus bertanya kepada seseorang, kebetulan Rudi melintas melewatinya.
“Rud.., Gema mana…???” tanya Adi
“Bukannya tadi udah pulang diantar Eflin..!!!” tangan Rudi mencari sosok Elin. “Na…, tuch Eflin, coba deh kamu tanya langsung sama dia”
“Gema seh udah pulang tadi aku yang anter lewat pintu belakang” kata Eflin. “Emang kenapa Dhie??”sambungnya lagi
“Ga’ ada, makasih ya Flin” sebari mengajak Pattrick duduk dikursi bar.
“Kamu terlambat Pet…., tapi kamu mesti cerita ma Abang sebenarnya ada apa dengan kalian berdua” desak Adi
“Ga’ tau bang, tadi begitu banyak yang menghalangi jalan aku menuju kesini”, Patrrcik diam sebentar dan melanjukan kembali kata-tanya. “Sebenarnya aku dan cewe’ itu…..” suara Pattrick terbata-bata
“Tunggu dulu.., jangan cerita dulu….,biar aku pesan minuman, kamu mo minum apa….” sambar Adi dan mencoba bertanya kepada Pattrick.
“Apa aja Bang….” Patrrick tampak gusar.
Dua gelas limun tea kini berada dihadapan mereka. Pattrick menarik nafas panjang dan menulai bercerita tentang pertemuan pertama kali dengan Gema disebuah oplet.
“Ha…,ha…,ha…ha..,” tawa Adi memenuhi ruangan itu. Pattrick mencoba mengingatkan Adi untuk sedikit mengecilkan volume suaranya, Pattrick merasa malu ketika bercerita tentang pertemuan mereka yang sedikit konyol itu.
“Jadi gitu toch ceritanya, oke deh, sekarang apa yang bisa Aku bantu untuk kamu” kata Adi sambil menahan tawa.
“Ga’ ada Bang…, Aku juga binggung.., kok bisa cewe itu begitu menyukai aku” jawab Pattrick polos
“Ya udah, sekarang kita pulang dulu udah malam neh, tar kita bahas lagi dikamar kamu.., Deal..!!!” sambung Adi lagi sedikit diplomatis.
Setelah pamit kepada Ayu, Adi, Nova dan Pattrick melenggang meninggalkan gedung itu meninggalkan teman-temannya yang masih asyik menikmati suasanan pesta dimalam itu.
********
Bagian Ke-Delapan
Gema tampak sempoyongan ketika keluar dari mobil. Dituntun oleh sang kakak Gema menuju kekamarnya sekarang. Kepalanya terasa berat dan sedikit berputar-putar. Setelah tadi memuntahkan sedikit isi perutnya, Gema lansung menuju ranjang dan langsung berbaring dan terlelap. Dia tak ingat lagi kejadian dikafe malam ini.
Sedangkan Pattrick duduk atas dikasur kesayangannya dengan tertekun. Dia binggung apa yang harus dilakukannya lagi malam ini. Sejenak matanya masih terjutu pada secarik kertas yang berada ditangan kirinya. Tak lama kemudian suara Adi terdengar dari luar kamar dan langsung masuk kedalam kamar.
”Jadi apa yang harus aku lakukan buat kamu” Adi bertanya
“Ga tau bang, coba abang baca ini” Pattrick memberikan dua lembar kertas yang berisikan dua buah pesan dari Gema.
“Gila Pet, kayaknya Gema benar-benar menyukai kamu” kata Adi sambil tersenyum kecil
“Entahlah bang, Aku juga bingung neh”
“Kok binggung, udah kamu samber aja, kapan lagi pet”
“Ga bisa bang, aku ga sebanding dengan dia ” ujar Pattrick tertekun
“Pet dengerin aku, sampai kapan kamu terus menutupi diri kamu seperti ini, kamu cowok Pet jangan bertingkah seperti itu” Adi sedikit kesal
“Tapi bang…!!!!!, Pattrick mencoba memotong
“Tapi apa…!!!! Kamu mo’ bilang apa…!!!!, mo bilang, kalo kamu ga bisa ngimbangi’in dia, ga bisa membuatnya bahagia dan ga bisa memberikan apa-apa ke dia.., denger Pet…, sekali lagi abang bilang ke kamu, cinta itu bukan hanya menginginkan materi, tapi hati, jangan pernah menggangap cinta itu sebagai beban, tapi perlu dinikmati bro, kamu ngerti kan’…” sekarang Adi bertambah kesal dengan kelakuan sobatnya ini.
“Entahlah bang…., aku bertambah pusing sekarang” Pattrick mencoba merebahkan tubuhnya keranjang.
“Ok…!!!!!, sekarang kamu istirahat, dan kamu pikirkan kata-kata dari aku tadi, mudah-mudahan bisa nempel diotak kamu yang keras itu. Sekarang aku juga mo tidur udah malam besak aku kuliah pagi” Adi beranjak dari kamar Pattrick. Adi tau, dia bisa merasakan gejolak dihati Pattrick dan tak mau berdebat dangannya malam ini.
“Thanks ya bang….” Kata Pattrick sebari beranjank meuju kepintu depan
Setelah menutup pintu Pattrick langsung menuju ketempat tidur. Otaknya sudah letih berfikir sejak tadi, dan sekarang dia ingin beristirahat untuk merifresh kembali otaknya dan tenaganya buat besok.
“Malam yang melelahkan, Ya Tuhan jika dia memang yang Engkau berikan kepadaku saat ini, aku akan menerimanya walau pun terasa berat.” Guman Patrrick sebari menutup kedua bola matanya.
Seperti malam kemarin bulan masih tetap sendiri ditemani oleh bintang-bintang, suara jangkrik masih terdengar diseantro kost’an. Malam tinggallah malam, menunggu pagi yang tinggal bebrapa jam saja. Burung malam masih memekikkan suaranya yang khas memutari langit yang tampak gelap kelabu. Rona biru jingga bercampur hitam pekat diujung timur seakan menanti sang fajar yang siap datang sebentar lagi.
***
Ko’kok ayam jantan memaki secara bergantian membangunkan warga kost dari mimpi, entah mimpi buruk atau mimpi indah yang penting mereka harus bangun untuk menulai aktifitas seperti hari–hari yang lalu. Terdengar riuh suara anak-anak kost diselah kicawan burung yang bernyanyi, entah apa yang mereka perbincangkan, sepertinya mereka sedang memperebutkan untuk memakai fasilitas kamar mandi yang ada hanya dua buah yang telah disediakan itu. Ada yang bernyanyi dikamar mandi membuat yang lainnya bertambah kesal.
Pattrick telah siap untuk berangkat bekerja, satu tegukan lagi kopi yang berada ditangannya dan bergegas untuk meninggalkan kamarnya. Suara dari pintu Adi terdengar dari telinganya. Dengan sigap dia berjalan menuju kepintu keluar kamarnya.
“Bang….!!!!, Aku titip ini ya buat Gema….” Kata Pattrick membuat Adi terkejut.
Adi melihat ekspresi wajah Pattrick yang tak biasanya dan hanya bisa tersenyum dan sedikit berguman. “Ok….!!!,tar tak kasih’kan sama Gema ya…” Adi langsung menerima sebuah pena dari Pattrick. “Aku kuliah dulu ya…” sambung Adi lagi.
“Ok deh Bro’…, thanks ya….” Balas Pattrick dan langsung masuk lagi kekamarnya untuk mengambil tas kerjanya.
Pagi yang sempurna, mentari telah bersinar terang membiaskan sinarnya diantara pohon-pohon rindang yang berdiri kokoh dipinggir-pinggir jalan raya. Orang bilang seh pohon-pohon itu gunanya untuk mem-filterisasi udara ditengah kota agar kita selalu memdapat udara yang segar. Tapi itu seh katanya, beda kalo kata Pattrick. Pattrick hanya tau pohon-pohon besar itu sebagian fungsinya untuk berteduh dan sebagian lagi untuk para burung–burung berkembang biak. Kok bisa seperti itu ya …, entahlah, mungkin gara-gara kemarain dia pernah menyelamatkan anak burung yang terjatuh dari sangkarnya ketika dia sedang melintasi salah satu pohon besar itu. Edan..,
“Ma.., neh ada titipan ” Adi mengeluarkan pena tersebut dan memberikannya ke Gema.
Gema tau betul pena dari siapa itu jadi dia banyak tanya lagi. “Thanks ya Die..” Gema tersenyum
“Semalem dia dateng, tapi kamu udah pulang..” sambung Adi lagi
“Ah.., yang bener kamu Die.., kok ga nelpon aku seh…,” tanya Gema dengan ekspresi sedikit kecewa.
“Sorry non, semalem aku maunya seh kasih kamu supress, tapi terlambat.., ga pa-pa kan ” Adi mencoba membujuk Gema tapi tak ada komentar dari mulutnya.
“Ooh..ya.., tar kita bahas lagi masalah ini ya, aku mo nemuin dosen dulu, biasa mo konsul sedikit,Ok non ” Adi lansung pamit dengan terburu-buru dia sengaja meninggalkan gema dengan sebuah pena ditangannya. Dia juga tau perasaaan gema saat ini, jadi lebih baik dikantin saja untuk bercerita panjang lebar dengan Gema.
Gema tampak tertekun memandang pena tersebut. Dia ingin segera membukanya tapi diurungkan niatnya karna kelas akan segera dimulai.
Kelas telah berlangsung selama dua puluh menit. Perasaan gema mulai tak tenang, dia ingin segerah membaca pesan itu. Tapi bukan disini tempatnya. Dia tak mau teman-temannya pada tau dia sedang membaca sebuah surat cinta terlebih lagi sang dosen yang kilernya minta ampun. Dan akhirnya dia putuskan untuk keluar dari kelas dan berlari menuju kegedung belakang.
Setelah merasa keadaan aman, Gema mulai membuka tutup atas pena tersebut. Dengan nafas yang terengah-engah Gema mulai membaca pesan itu disebuah bangku bekas yang tampak rapuh. Mata Gema mulai memerah dan merasa tak percaya akan apa yang dibacanya. Sebuah pesan yang berisikan jauh dari harapannya. Sebuah pesan yang benar-benar mencabik-cabik harapannya untuk bersama Pattrick.
Nampaknya kita berdua terperosok kedalam
kubangan perasaan yang dalam.
Apakah ini sebuah misteri alam yang harus kita terima?
Langit dan angin memang bisa hidup bersama
didalam Alam,
Tapi langit tak bisa bersanding bersama sang angin.
Karna dilangit tak memiliki udara ?????
Zarathustra
“Dasar laki-laki bodoh”, hanya itu kata yang bisa Gema ucapkan diselah air mata yang mulai membasahi kedua pipinya. Seluruh persaaannya kini mulai memudar untuk Pattrick, “cowok yang ga’ bisa andalkan” pekik hatinya membatin.
“Hayo aku cari-cari rupanya kamu ada disini ya…, “ sebuah suara mengagetkan Gema. Gema sendiri terperanjat mendengar surara itu dan langsung menghapus air matanya dengan kedua tangannya. “Eh..kamu Dhie bikin kaget aja..,ngapain kamu kesini…?????” tanya Gema untuk mengalihkan air matanya.
“Aku yakin kamu pasti ga sabaran untuk membaca pesan itu jadi setelah selesai nemuin dosen tadi aku lihat kamu berlari jadi aku ikutin kamu, ga’ pa-pakan…???”Adi cengegesan. “Loh kamu kok nangis??,”sambung Adi lagi. “kenapa apa ada yang salah dengan pesan itu???” seribuh tanya meluncur dari mulut Adi.
Tangis Gema yang sejenak reda kini tak bisa dia bendung lagi. Tanpa sadar Gema seakan ingin meminjam pundak Adi untuk menumpahkan seluruh kesedihannya itu. Sebuah kertas mini Gema sodorkan kepada Adi, dan Adi pun langsung membacanya pesan itu. “Aduh…., apa seh maunya neh anak..” Adi menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Dhie…., aku sayang banget sama dia, aku ingin dia menjadi belahan hatiku. Aku ga’ tau caranya, tolong aku dhie…!!!. Kalo aku boleh jujur…,sekarang aku baru rasakan bagaimana rasanya mencintai seseorang, tolong aku dhie…please… tolong aku…!!!!,”dengan suara parau tangis Gema mulai menjadi-jadi di pundak Adi. Adi hanya diam, dia sengaja ingin diam. Dia ingin Gema menumpahkan semua keresahan hatinya.
“Sumpah Dhie, aku memang baru mengenalnya lewat kamu, tapi tanpa sepengetahuan dia sendiri, aku sering memperhatikan dia, aku tau dia orangnya aneh, aku juga tau dia punya seribu masalah yang terpendam, aku tau Dhie,aku tau karna matanya menceritakan itu tanpa dia sadari, Aku tau Dhie…..!!!!!”. nada suaranya mulai meninggi.
Setelah tanggis Gema mulai agak meredah, Adi yang sedari tadi memikirkan apa yang harus dia lakukan kini diam sejenak. Di keluarkannya handphone dari saku jelana jeansnya dan mulai mencari nomor telpon Pattrick.
“Gini Ma…., sekarang kamu balas pesannya lewat handphone, kita lihat apa yang dia mau…., gimana…?? Adi memperhatikan wajah Gema yang kini semakin sembab oleh air mata.
“Apa yang harus aku ketik Dhie…!!, nada suara Gema bercampur sedih dan binggung.
“Ya…ampun non…., memangnya kamu sekarang maunya apa dengan dia…, sekarang gini…, ikuti kata hatimu….,ok..!!! “ Adi meyakinkan lagi dengan sorot mata yang tajam.
Di bacanya lagi sebuah pesan dari Pattrick dan Gema mulai merangkai kata-kata melalui layar handphone yang mungil itu. Adi masih berada disampingnya dengan tertekun. Adi masih tak percaya, rupanya Pattrick benar-benar tak menghiraukan omongannya yang semalam. “Emang bocah geb’leng” bisiknya dalam hati.
Pattrick merasa ada yang menggigit-gigit didalam saku celananya. Hari ini memang tak begitu sibuk. Para mahasiswa yang biasanya ramai berlalu-lalang dihadapannya kini tampak sepi, mungkin juga dikarnakan masih jam sepuluh pagi jadi, para mahasiswa belum sempat ke-Perpustakaan untuk meminjam buku atau pun membaca buku di perpustakaan daerah tempatnya bekerja. Diraihnya benda mungil didalam saku celananya yang sedari tadi menggigitnya seperti semut itu dan mulai membaca sebuah pesan dari nomor yang tak dia kenal.
Tidak sang Nabi…Kau salah…!!!!
Dilangit masih memiliki ruang untuk sang angin,
meski pun itu hanya terbatas.
Aku rela menjadi udara yang terbatas itu.
Jangan pernah berkata seolah kau tak
Membutuhkan Udara untuk bernafas.
Sang angin hanya butuh sebuah jalan untuk
menuju ke Langit agar bisa mencerahkan langit kembali
dari badai.
Apakah kau bisa membuka jalan untuk sang
Bidadari menuju langit ?
Hawa
Seperti biasa Pattrick dengan gayanya yang khas dan sedikit didramatisir begitu terkejut dengan sms itu. Pertama dia ga tau apa maksud sms itu, tapi setelah dia membaca kata akhirnya Hawa dia pun tersadar bahwa yang mengirim sms itu adalah Gema gadis yang dia coba temui semalam. Pikirannya pun kini tak tenang, gelisah dan ada sesuatu rasa yang tak bisa dia ucapkan namun dapat dia rasakan. Apa itu…,entahlah hanya dia yang tau. Mungkin suatu rasa yang hilang dan kini dia bisa rasakan kembali. Cinta…,
“Pasti bang Adi yang kasih nomer aku kedia” gumannya dalam hati
Dengan hati-hati Pattrick meng-eja huruf perhuruf dan menghasilkan sebuah pesan balasan kepada Gema. Tak lama kemudian pesan dari Pattrick sampai ke-handphone Gema. Dengan perasaaan sedikit cemas mereka berdua membaca pesan tersebut.
Aku tak mengerti mengapa
Bidadari mau turun kebumi
hanya untuk bersama penatap langit
seperti diriku…
Zarathustra
Belum sempat Gema membalas pesan itu namun sebuah suara mengagetkan mereka berdua. Sumber suara yang begitu Adi kenal.
“Oh… jadi ini rupanya yang kalian lakukan, udah pinter main belakang ya…,bagus….” Katanya ketus. Aku ga nyangka ama kamu Ma, Pacar temen sendiri kamu embat juga, kenapa kamu ngerasa ga laku lagi ya” sambungnya lagi.
“Kamu apa-apaan sih Va..,Aku disini hanya mau……” Adi mencoba menjelaskannya namun kata-katanya hilang tertelan suara dari Nova. “Aku udah lihat semuanya dari tadi, jadi ga’ ada yang perlu dijelaskan lagi”..Nova hendak beranjak pergi namun sura Gema menghalanginya.
“Tunggu Va kamu salah sangka, Aku dengan Adi ga’ ada apa-apa, aku cuma mau minta tolong sama adi ga ada maksud lain. Memang.., aku akui aku salah, terlalu terhanyut dipundak Adi, tapi kalo memang itu membuat kamu marah Aku minta maaf…, aku benar-benar ga bermaksud demikian..,” Gema mencoba menjelaskan sambil menangis.
“Kalian berdua emang sama gilanya…!!!!! Nova berlari dan menahan tangis, “tunggu Va…!!!!, teriak Adi
“Dhie sorry, aku ga’ nyangka bisa terjadi seperti ini.” Gema tertunduk lemas.
“Udah tar aja kita bahasa lagi, aku mo nyusul Nova dulu, aku mau jelasin duduk perkaranya sama dia, kamu jangan berfikir yang macem-macem, Aku pergi dulu…!!!! “ Adi berlari mengejar Nova yang telah berada diparkiran. Adi kalah cepat dan hampir saja mobil yang Nova kendarai menabrak Adi yang mencoba memblokir jalan. Adi pun mencoba mengejarnya dengan sepeda motornya dan menghilang dari penglihatan Gema. Gema sendiri binggung apa yang harus dilakukannya. Dia tak mau kehilangan dua orang sahabatnya gara-gara masalah ini.
Gema masih menangis dibelakang stir mobilnya, menangis sejadi-jadinya. Pikirannya kacau dan bercampur marah. Marah akan dirinya sendiri yang selalu merepotkan orang lain. Kali ini dia harus menyelesaikan masalah ini agar tak berlarut-larut dalam benaknya. Dipacunya mobil sedan merah silver itu dengan kencang dan berbelok kerah persimpangan jalan raya.
Pattrick masih duduk dikursi itu dengan sedikit kesibukan, ada beberapa mahasiswa yang telah selesai dia layani. Matanya kini meluncur kearah pergelangan tangannya dan tanpa dia sadari waktu telah menunjukan pukul dua belas teng. Saatnya makan siang, semua pekerjaannya dia tinggalkan sejenak dan kini dia beranjak menuju keruang serba guna yang biasanya dia gunakan untuk menyantap bekal yang selalu ia bawa dari rumah. Tapi langkahnya terhenti ketika terdapat sosok seorang gadis yang sekarang ada dihadapannya dengan mata sembab dan agak memerah sedikit.
“Hai…..” sapa Gema membuat Pattrick salah tingkah.
“Eh…..hai…ada yang bisa aku bantu,” Pattrick terbata-bata
“Apakah aku mengganggu mu…” ucap Gema dengan nada lirih
“Ga’ kebetulan aku mo makan siang, mau ikut….” Pattrick mulai tau apa yang Gema inginkan.
“Maw….” Jawab Gema sambil tersenyum
Pattrick melangkah menuju ruang serbaguna itu bersama Gema. Mereka sama-sama diam, dan setelah sampai Pattrick mengambil kursi dan mempersilakan Gema duduk disampingnya. Tangannya lincah mengambil bekal yang telah dia siapkan dari rumah itu. Tak ada yang istimewa hanya ada dua potong roti yang berbentuk hamburger yang berisikan beberapa sayuran dan daging cincang yang telah diiris tipis-tipis itu. Pattrick memberiakan satu roti isi kepada Gema. “Credy Paty ala Pattrick” ujarnya mencairkan suasanan dengan lelucon sebuah film kartun yang sering ditontonnya di televisi kost’annya. Gema tertawa kecil dan menerima roti isi tersebut.”Thanks” ujarnya.
Gema hanya memegang roti isi itu di tangannya. Sedetik kemudian matanya mulai menghangat. Pattrick hanya diam, dia terpaku dan tak tau apa yang harus dia lakukan. Mata mereka saling memandang dan Roti isi ditangan Gema terlepas diatas meja ketika Gema tak tahan lagi dengan perasaan di jiwanya. “dusshhh” Gema mulai memeluk Pattrick dengan erat, air matanya kini membasahi bagian pundak Pattrick. Didalam pelukan Pattrick Gema mulai mengoceh tak henti dan terinsak tangis.
“Semua gara-gara kamu…!!!!, kamu yang buat aku tak tenang jika malam datang, kamu yang membuat aku mulai mengenal akan arti cinta, kamu juga yang buat aku ribut dengan Nova, itu kamu Pet…..!!!, semua gara-gara kamu….!!!!!, , hanya kamu yang bisa buat aku nangis kayak gini…,kamu ngerti ga seh….!!!!,teriak Gema semakin memeluk erat tubuh Pattrick
“Aku sayang kamu pet….,aku ingin selalu ada dalam pelukan kamu seperti ini….,Aku benar-benar sayang kamu pet….kamu tau itu kan….,”
Pattrick tak bisa berkata dalam pelukan Gema, yang dia bisa lakukan hanya membiarkan Gema terus memeluknya dengan erat. Dan sejenak Pattrick mencoba merenggangkan pelukannya dari Gema ketika tangannya mencoba menghapus air mata Gema.
“Aku juga sayang kamu Ma…, Tapi aku takut…, Aku takut ga’ bisa memberikan apa yang kamu mau..” Tangannya membelai rambut Gema
“Yang Aku mau cuma kamu Pet…., ga’ ada yang lain cuma itu…,” balas Gema dengan menatap wajah Pattrick.
“Baiklah…,Jika hanya itu yang kamu inginkan, aku akan coba memberikan yang terbaik buat kamu”. Pattrick mencium kening Gema dengan perlahan. “Tapi berjanjilah untuk setia kepadaku” sambung Pattrick lagi dan mereka berdua berpelukan kembali. “Aku janji Pet, tak akan membuka pintu hati ini untuk menatap langit yang lain”. Bibir mereka kini bersatu seperti cinta mereka berdua.
Roti isi menjadi saksi cinta mereka ditengah gaduhnya perpustakaan yang mulai ramai. Hati mereka berdua telah bersatu dan tak ada lagi kata tanya yang selalu menghantui mereka. Yang ada sekarang hanya bunga-bunga cinta yang mulai bersemi satu sama lain.
“Halo Pet, ada apa” Adi menyambut telpon dari Pattrick
“Kamu dimana ding” tanya Pattrick
“Lagi dirumah Nova neh…,ada sesuatu yang mesti aku selesaikan” jawab Adi.
“Ya udah, Good Luck ya”
“ Ok…,thanks” Adi mengakhiri perbincangan itu.
Mobil sedan merah silver memasuki perkarangan rumah Nova. Adi mulai cemas, Adi takut Gema akan menambah masalah dengan datang kerumah Nova. “Mo ngapain Gema kesini, yang tadi aja belum kelar…” Adi berkeluh kesah. Nova hanya melihat sepintas mobil itu. “Tuch selingkuhanmu datang”. Kata Nova ketus
Gema datang tak sendirian, disampingnya ada Pattrick yang tersenyum melihat Adi dan Nova berada diteras rumah. Adi mulai sedikit lega dan Nova bertambah binggung. Hari menjunjukan pukul Tujuh malam. Ketika Pattrick tiba-tiba berlutut bak menghadap raja didepan Nova.
“Nov…,Sorry udah bikin kamu dan Bang Adi jadi ribut gara-gara Gema. Aku udah denger semua ceritanya dari Gema, Aku…,mewakili Gema yang sekarang telah menjadi pacar aku, ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya kepada kamu dan bang Adi yang telah banyak direpotkan…, kalo pun ada sesuatu yang perlu aku lakukan untuk bisa menghapus kebencian dihati kamu kepada Gema aku akan lakukan apa pun itu..” kata Pattrick bersungguh-sungguh.
Semuanya diam, Adi diam, Gema diam menahan tangis dan Nova pun terdiam juga. Lama mereka menuggu reaksi dari Nova. Tampaknya Nova pun berpikir keras akan kejadian ini.
“Oke…!!! Kalo itu yang kamu mau” kata Nova dengan wajah yang serius. “Sekarang kamu kebelakang…., temui’in bik Ijah dan…………., mereka semua binggung, ” Kamu Ambil minuman, Karna kita akan rayakan Kejadian hari ini” sambung Nova lagi sambil tersenyum.
“Oke…bosssss…!!!!! Jawab Pattrick riang
“Thanks ya Va….,” Gema memeluk Nova
“Maafin Nova ya Ma…..,” kata Nova dalam Pelukan Gema.
“Maafin Aku juga Ya Va…..,”Balas Gema.
Sebuah malam yang panjang menghiasi persahabatan mereka. Nova kini berada dipelukan Adi kembali dan Gema berada dipukukan Pattrick. Tak ada air mata yang mereka uraikan lagi. Yang ada canda tawa dan riang dari hati mereka. Terima kasih wahai pena kau telah mengantar pesan cintaku kepadanya.
*********
Djambi,Oct 07
KATA PENGANTAR
Pertengahan bulan juni 2007 ada sesuatu yang aneh dalam diriku. Sesuatu yang tak biasanya mengusik jiwa dan hatiku. Selalu mencoba mengusik ketenangan pimpiku dan mencoba memanggilku dari dalam lubuk hati. Niat…
Aku memang suka membaca, apa saja yang menarik perhatianku. Tapi menulis..?? itu juga kadang-kadang aku lakukan, tapi itu dulu, dulu sekali. Dan malam itu, keinginan itu muncul lagi entah dari mana asalnya.
Berawal dari keadaanku yang menganggur, bosan dan akhirnya seperti mendapatkan Mukjizat. Ide-ide itu muncul begitu saja didalam otakku seperti air terjun yang turun secara deras dan tak bisa aku bendung dengan kedua otak ku ini. Jangan ditanya dari mana asalnya aku pun tak tau, mungkin aku memang terlahir untuk itu.
Aku tinggal dikasta yang menarik, disebuah rumah kots’an yang didalam terdapat sebuah kamar yang ukurannya tak lebih kurang dari dua meter setengah kali tiga meter saja. Tapi bisa aku akui, bukan hanya udara yang berada didalamnya, tapi sejuta bahkan lebih.. inspirasi yang terdapat didalamnya.
Aku memiliki teman-teman yang benar-benar mengerti dan paham betul akan pencarian jati diriku. Dan mendapatkan sosok Bidadari kecil yang baik hati, yang selalu menemaniku dikala suka mau pun duka. Aku bahagia dengan keadaan ini, keadaan yang baru aku rasakan, bahkan lebih jauh dari keadaanku yang dulu. Mungkin itu berkat doa yang selalu aku panjatkan kepada Tuhan….
Ini adalah oret-oretanku yang pertama, oleh karna itu kritik dan saran sangat aku harapkan kepada kalian semua, agar dikemudian hari aku bisa memperbaikinya untuk semua hasil yang lebih baik lagi.
Semoga saja buku tipis ini dapat memberikan arti khusus bagi kalian semua yang membacanya, seperti aku mendapatkan banyak inspirasi dari kalian semua yang berada didalam muka bumi ini.
Dan akhir kata aku ucapkan terima kasih kepada Tuhan yang selalu memberikan jalan terbaik bagiku, untuk bisa merubah hidup ini menjadi lebih baik. Amien
Thank’s My God
Iwan Steep
UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada Zat yang paling Mulia yang tak pernah aku lupakan. Yang kadang kala aku serink mereng’ek-reng’ek kepada-Nya, meminta ampunan kepada-Nya dan memohon apapun kepada-Nya. Terima kasih ya Allah, Kau telah menciptakan aku seperti ini. Aku bangga dengan keadaan yang kau berikan ini. Tak ada kata-kata yang bisa aku ucapkan untuk menggambarkan rasa terima kasih ku ini, tapi mungkin dengan sujud syukur kepada-Mu, Engkau bisa menerimanya. Semoga saja..
Tolong sampaikan salamku ya Allah kepada junjunganku Nabi besar Muhamad SWT dan ahlut baitnya “salam atas mereka semua” yang telah mengajarkan aku untuk selalu mengingat-Mu dikala duduk mapun berdiri.
Kepada Yesus putra Mariam dan Zarathustra “salam atas mereka semua” yang juga telah mengajarkan aku arti sebuah kejujuran didalam mengarungi bahterah kehidupan ini. Kepada Sang Budha dan para Sang Penyelamat yang telah Engaku berikan kepada Bumi untuk memcerahkan kembali langit-Mu dari perbuatan Maksiat “salam atas mereka semua”, yang telah mengajarkan aku untuk belajar dari masa lalu.
Kepada sosok yang paling kuat seperti karang dipinggir pantai. Yang mengajarkan aku Mencintai..,mengasihi..,dan membenci.., Aku Sayank kamu Ma…, terima kasih telah melahirkan aku lewat rahimmu. Tanpamu aku tak mungkin bisa seperti ini. Aku berjanji kelak kita berdua akan mengunjungi tanah Ka’bah disuatu hari, hanya kita berdua saja..,insya Allah…
Kepada sahabatku sekaligus saudara kembarku Adi Ardius, Thank’s Bro..!!!! atas Suportnya. Kamu salah satu orang yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadianku yang sekarang ini. Dan juga telah mengajarkan aku tentang arti sebuah persahabatan. Terima kasih juga telah merepotkan komputermu dan sekaligus tintanya yang telah banyak keluar yang ga’ bisa aku bayar pake’ uang. Tar ya.. aku belikan martabak bandung tapi ga’ usah pake keju, pake’ kacang aja ya…,maklum lagi bokek bro..!!!
Untuk sang Langit yang selalu setia kepada sang Angin walau jalan yang kita lalui ini tajam dan berliku tapi kamu tetap bertahan disamping ku. “Iin Febryansury” Terima kasih…sayank koe… atas semua penerimaan kamu yang tulus kepadaku, kau adalah Cintaku dan Belahan Hatiku. “Aku sayank kamu In…. aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anak ku kelak”. Insya Allah…
Untuk Nova “sorry kayaknya aku jahat bener sama kamu”, tapi itu aku lakukan semata-mata untuk kebaikan sahabatku sekaligus sauradaku. Aku tak mau beliau menjadi hancur dan terpuruk oleh karna terlalu menyanyangi kamu. Aku sudah berusaha memberikan yang terbaik kepada kalian berdua, tapi kamu menyianyiakan dirinya yang benar-benar tulus mencintai kamu. Sorry Non….!!!, “biar begitu please… jangan membenci kami ya…”, Thanks juga sudah mengenalkan aku dengan Sang Langit.
Segerombolan anak-anak berkepala botak dan si kaki panjang. Wahid, puput, Thanks ya..serink kasih’ abank rokok. Aripin, Rudi, ”Wahyu Jibril”, Adi, Al-Mizone, Dery, Nanda, Taufik dan Yono, Thanks sudah banyak memberikan inspirasi untuk abank, Thanks juga atas keramaian kalian semua, abang bangga sudah mengenal kalian semua. Berjuanglah untuk hidup, sebab hidupmu harus bermakna Bro…, Hidup Ampera Baru..!!!!!!
Mbak Eflin,”kemana aja kamu…!!”. Juga untuk saudara angkatku, Uda Jony, Ujang, mbak Roma, mbak Isna, uni Nila, uni Nita dan Si kecil Aza. Bapak dan Ibu Kost. Kalian semua adalah keluarga baru saya disini. Terima kasih telah menerima saya dengan segala ke-Egoisan yang ada pada diri ini.
Teman-teman seperjuangan yang ada di Plembank, Odok Dany, Dedi Slontok, Wiwien manis end Suamimu aak’ Opick, Febri, Marlis, Doyok Item, Mang Af dan Edwien kapan kita bisa Reunian dan bekelakar lagi. “Aku kangen neh ma kalian semua…,” Buat yang di-Djambi, Iwan koyol, Hamdhie, Tomy, Fick-Ryo.., Bank Yansa dan Ayoe, thanks sudah memberikan kesempatan untuk berjuang bersama-sama. Tanpa kalian aku ga’ mungkin bisa mendapatkan gelar The Bast Drummer. Hidup Ngerayau 1 dan 2…, Buat Etos, Diky, Afroe, Yadin, Ifan, Miko, Yanto dan Dodol. Thanks ya Bro sudah memberikan pertualangan yang Ruarr biasa…, “kapan-kapan kalo’ mo’ Bajung lagi aku ikut ya..”, Untuk seseorang yang mengispirasikan aku Nama “Gema”, terima kasih banyak, biar pun kita hanya berkenalan sesaat tapi nama kamu bikin aku bergetar…”’
Kepada Sang Adam yang aku kenal lewat sebuah Buku Rieke Dp, Thanks atas sarannya dan motivasinya, aku harap memang itu kamu tapi, walaupun bukan tak menjadi masalah bagiku, tetaplah menjadi motivator untuk ku.
Dan kepada orang-orang yang selama ini sudah menganggap aku tak ada, Thanks…!!!!, Aku suka sekali diperlakukan seperti itu. Teruslah seperti itu…, dengan begitu aku merasa tenang, karna tak ada yang mengusik aku bernyanyi, menari, berteriak dan menulis.
Dan kepada senior-senior saya yang ga’ bisa saya sebutkan satu persatu disini. Terima kasih sudah mengizinkan aku berkarya disini. Aku butuh kritik dan saran–saran anda agar kelak oretanku ini bisa lebih terarah lagi.
Djambi,Oct 07
Iwan Steep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar