Minggu, 24 Mei 2009

Terpeyek - peyek..!!!!



Sudah beberapa hari ini aku merasa muak liat tingkah laku para pelaku pertelevisian di indonesia. Beberapa acara reality shownya semakin membuat gerah, mulai dari acara percintaan, keluarga hingga masalah perekomonian, di buat sedemikian rupa sehingga menjadi tontonan yang hanya memikirkan reting saja.
Sebenarnya hikmah apa yang mau mereka petik dari tayangan tersebut. Tidak ada!!!, hanya sebagai hiburan semata. Mereka tak pernah tau nasib orang-orang yang terkena imbasnya dari pembuatan reality show tersebut. Kita ambil saja contoh acara reality show yang ada di salah satu stasiun swasta di indonesia. Namanya sudah hampir di kenal oleh hal layak banyak, yang konon katanya pernah mendapatkan piala penghargaan sebagai acara reality show yang paling di gemari para pemirsa dilayar kaca. Aku tak akan menyebutkan nama programnya karna dari judul yang aku tulis sudah memberikan sedikit gambaran acara tersebut.
Kisah ini bermula sekitar bulan january atau february aku tak ingat betul. Kisah seorang Ibu yang ingin mencari kedua orang anaknya yang telah dia tinggal selama 15 tahun karna alasan menikah lagi dan menghianati suami yang dianggapnya tak mapan lagi.
Team tepeyek-peyek mendapatkan order tersebut dan melacak lokasi sang anak yang saat itu berada di Pulaw para dewa. Disana di ceritakan pencarian begitu seru, hampir 15 hari semua team bekerja keras dan membuahkan hasil. Dengan segala informasi yang telah di kumpulkan, akhirnya Anak yang pertama seorang laki-laki di temukan sedang bekerja sebagai Bardender di salah satu bar yang ada di Pulau tersebut. Bisa di tebak hasilnya, dengan sedikit editan. Semua mata pukaw di layar kaca, membuat jantung berdegup kencang dan membuat hati penasaran. Akhirnya dengan pikiran diplomatis sang pembawa acara membujuk sang anak yang pertama untuk bisa menerima ibunya yang telah tega menelantarkannya selama 15 tahun itu. Di ceritakan ibunya dengan air mata yang berlilangan menyesali perbuatannya yang terdahulu. Apakah kisahnya sampai di situ saja. Tidak…!!!, masih ada anak yang kedua.
Pencarian anak yang kedua ini tidak begitu susah, dimana anak yang pertama sudah mengantongi informasi lokasi tempat anak yang kedua ini berada. Akhirnya malam itu juga pencarian dimulai lagi. Tepat pukul 12 malam sang target yang telah di ketahui identitasnya sempat di intai dari jarak jauh. Tempatnya tak begitu jauh dari penemuan anak yang pertama. Backgrundnya juga hampir sama seperti anak yang pertama, yaitu sebuah Bar atau diskotiq. Tapi yang ini lebih parah, sang anak yang kedua ini adalah seorang wanita yang di kenal sebagai seorang pelacur di Bar tersebut.
Melalui kamera dari dalam mobil sang target yang pertama yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri membujuk untuk sang adik keluar dari Bar tersebut. Tentu saja sang adik menolak dan merasa curiga dengan gelagat dari sang kakak. Akhirnya sang adik menyerah…., ketika diperjalanan menuju tempat pertemuan itu, sang pelapor tak tahan lagi ingin memeluk putrinya tersebut. Kembali kisah mengharukan disajikan disana. Namun watak manusiawi dari sang anak yang kedua ini muncul. Dia tak begitu saja bisa menerima bahwa sang pelapor ini adalah ibu kandungnya yang telah tega menelantarkannya selama 15 tahun. Walau pun benar….So what…!!!!!, apakah dengan kata maaf saja bisa membuat orang menghcurkan rasa sakit hati itu….?? Di mana rasa kemanusiaan para pembawa acara tersebut…??. Kalo pun anda jadi sang target kedua, saya yakin anda pun tak kan bisa menerima begitu saja. 15 tahun membuat seseorang menjadi pelacur padahal bila waktu bisa di putar mungkin ini tak kan terjadi. Benar tidak..!!!
Tarik menarik antara sang Ibu dengan target yang kedua mengundang mata semua orang yang ada disana. Pembawa acara yang telah berhonor besar dan mendapatkan gaji yang halal seolah-olah menjadi malaikat untuk keluarga yang sedang berseteru itu. Mereka tak pernah tau dampak apa yang mereka perbuat demi kepentingan reting pertelevisian itu.
Reality show itu diakhiri dengan perginya anak yang kedua ini entah kemana. Dengan sedikit argument dari pembawa acara, akhirnya relity show ini pun berakhir tanpa kisah yang jelas.
Sekali lagi aku katakan reality show tersebut tak memberikan makna apa-apa, tinggallah orang-orang yang tak punya kepentingan di acara itu yang merasakan dampaknya.
Adalah aku yang saat itu berada di tengah-tengah target kedua dan sang pelapor. Aku memaki sang Ibu dengan sumpah serapah yang tak pernah terucap sebelumnya oleh mulut kotorku ini. Mau tak mau, hanya aku yang tau nasib dari target yang kedua ini. Setelah kejadian beberapa jam tersebut aku membawa target yang kedua kembali ke kost’an kami. Dan ceritanya tidak sampai di sini saja seperti acara reelity show yang menjijikan itu.
****
Malam itu 15 hari kemudian, handphone ku berdering ketika aku berada di salah satu kamar hotel, sebuah telpon dari kampung halaman membuat aku setengah sadar…., saat itu juga ku batalkan kencanku dengan seorang Bule yang telah memboking ku.
“Ajeng..!!!, kamu di Bali jadi Pelacur ya….!!!” Seorang di ujung telpon itu langsung marah-marah.
“Abah ngomong apa seh..Bah..!!, saya di sini kerja Bah…!!” aku berteriak.
“Ya…, kamu memang kerja, Tapi jadi Pelacurkan…!!!” dia tambah emosi
“Abah…!!!, hati-hati kalo ngomong..!!, Ajeng bukan pelacur, Ajeng bukan pelacur…!!!!” handphone ku matikan aku menangis menahan perih di dalam hati.
Tak lama kemudian beberapa sms bertubi-tubi datang padaku. Isinya benar-benar membuat aku tak kuat lagi menahan rasa sakit itu. Ku berlari keluar dari kamar hotel menuju sebuah café di sekitar pantai Sanur. Bayang-banyang isi pesan singkat itu terus menghantui aku.
Ayahanda*
“Abah haramkan uangmu untuk dimakan kami disini. Abah masih bisa cari uang yang halal untuk biaya kuliah adikmu. 5 tahun kamu sudah bohongi abah dan Umi mu. Dasar anak tak tau malu..!!”

Jeny*
Mbk…., mbk Jessy bukan Pelacurkn.., habis sholat magrib jeny liat mbk jessy ada di salah satu reality show.., itu bkn mbk jessy kan…?

Teteh susy*
Jess.., kenapa kamu bisa terlibat acara yang seperti itu, pakaian kamu tak sepantasnya, kamu bukan yang kami bayangkan kan? Semua orang disini mempertanyakan kamu di bali kerja apa?

Om Fadli*
Jess..,apa pun kamu, kamu sudah melakukan yang terbaik untuk keluarga kamu, tetap smangat.., tak usah resah, tar Om bantu dari sini untk menjelaskan posisi kamu kepada keluarga kamu. Pesan Om jangn berbuat yang macam-macam…!!

Saat itu pukul setengah sepuluh malam, mataku berkelana mencari sosok wanita bertubuh sexy dengan payudara setengah melompat. Akhirnya dengan sedikit introgasi kepada bartender aku temukan wanita yang mengenakan rok mini itu dengan posisi setengah mabuk. Tanpa banyak bicara aku menarik tangan wanita itu keluar dari café tersebut, memang dia agak sedikit menolak, tapi aku tak perduli. Beberapa petugas keamanan disana pun ikut menengahi kami, dan setelah di berikan penjelasan mereka membawa kami segera keluar dar cafe tersebut.
“Dimana rumah wanita yang mengaku Ibumu itu…!!!” mata ku melotot kepada Rani.
“Aku tak Tau Jess.., memangnya kenapa.?” Rani dengan tubuh sedikit sempoyongan.
“Gara-gara wanita tua itu.., seluruh orang di kampungku jadi tau aku seorang pelacur…!!!, Puasss kamu…!! Aku berteriak di muka Rani dan air mataku keluar dengan sendirinya. Rani yang saat itu setengah mabuk seakan drop dan sadar sendiri karna makian itu.
“Bangsattt…!!!, kita harus cari wanita itu…, dia telah menghancurkan hidup kita berdua.., kita kasih pelajaran untuknya…, kita ajarkan bagaimana cara mengampuni dosa secara benar kepadanya…!!!” Rani mulai emosi
“Ya…!!, akan ku bunuh wanita itu….!!!” aku mengimpali.
Rani mengambil handphone dan memencet sebuah nomor, telpon pun tersambung.
“Halo…, Mas ini Rani.., Ibu dimana…?” Rani melirik kearahku. Aku membaca ada konspirasi dimatanya.
Ada di kostan Mas…, Ibu rencananya lusa mau pulang ke semarang, kamu dimana…?” seseorang di ujung telpon menjawab. Tut..tut..tut…, sambungan diputus.
“Oke kita cari wanita itu..!!” Rani menarik tanganku.
“Sebelum kesana, aku mau kita kembali kekostan dulu.., ada sesuatu yang harus aku ambil….” Aku melepaskan tangaku dari cengkraman Rani.
Rani mengikutiku sampai ke kostan kami. Aku mengambil sesuatu di dalam lemariku dan ku selipkan kedalam tas tanganku. Aku keluar kamar dan Rani telah menungguku di ruang tamu dengan wajah sedikit cemas.
Aku dan Rani tak banyak berbicara di dalam taxi itu. Perjalanan yang penuh dengan amarah,cemas,takut,gelisah dan sejuta perasaan lainnya. Tepat di dalam sebuah lorong di daerah Jimbaran taxi itu memurunkan kami. Sekitar 10 meter akhirnya kami sampai di kostan itu. Suasanannya sedikit tenang, memang di daerah ini agak jauh dari keramaian. Rumah-rumah bertingkat kayu dan beton mewarnai disekitar lorong ini. Daerah padat tempat tumbuhnya penginapan-penginapan ukuran kecil dan kost-kostan tentunya.
Pukul 11.34 malam, suara seseorang membukakan pintu setelah tadi Rani mencoba mengetuk pintunya sebanyak tiga kali. Wanita itu kaget melihat Rani langsung mendobrak pintu yang baru 10cm ia buka.
“Rani.., Rani anakku….” Secara spontan tangan Rani menepis tubuh wanita itu sebelum wanita itu hinggap di tubuh Rani.
“Mau kamu apa seh orang tua tak tau diri…, datang-datang mengaku menjadi Ibuku…, aku kasih tau kamu ya.,Ibuku sudah meninggal 15 tahun yang lalu.., ngerti kamu….!!!” Tangis bercampur amarah meledak di ruangan 3x4 itu.
“Maafkan Ibu nak…!!, Ibu memang salah telah menelantarkan kamu dan abangmu.., maaf kan Ibu…” wanita itu hanya bisa menguraikan air matanya.
“Halaaaa, banyak omong kau wanita Tua….!!! Aku mengambil sesuatu didalam tas tanganku dan mengajungkannya tepat di kepala wanita itu.
“Doorrrr….Doorrrr…Doorrrrr!!!!” suara letusan terdengar hingga radius 1 kilometer.
Aku merasa hening saat itu…,bebas semua beban yang mengikat. Darah memuncrat mengenai mukaku tak ku huraukan. Seakan semua berjalan lambat. Teriakan Rani tak terdengar lagi oleh ku. Aku diam membatu menyaksikan wanita itu terkapar dengan darah disekujur tubuhnya. Rani menyadarkan aku dari lamunan panjang itu. Dia menarikku keluar dari rumah itu. kami berlari sekencang-kecangnya untuk menghilangkan jejak. Aku masih tak percaya, aku bisa melakukan itu. Entah setan leak apa yang memasuki pikiranku saat itu. Tanganku bergetar, pikiran tak tau kemana, rasa panik, cemas menyatu bercampur aduk disana.
****
Suara letusan itu mengantarkan aku kedalam bilik ruangan 2x1,5 meter ini. Disaksikan terali-terali besi yang mengikat ini aku tuliskan kembali ceritaku kepada para pemikmat reality show tersebut. Dan bebrapa bulan kemarin aku benar-benar menjadi orang paling berpengaruh di layar kaca. Relity show yang membawa petaka setidaknya itulah berita yang ku dengar dari bisik-bisik para tetangga di sel tahanaku ini.
Kisah Rani belum berakhir…, Rani terus menjadi target dalam sisa hidupnya. Tapi kali ini bukan reality show yang memburuhnya tapi satuan Intel kepolisian yang menetapkan Rani sebagai Target utama atau DPO. 


14mei09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar